Jepang telah membatasi scramble jet tempur mereka terhadap pesawat militer China. Pencegatan hanya dilakukan untuk pesawat yang mengancam akan melanggar wilayah udara negara itu.
Perubahan kebijakan terjadi ketika Kementerian Pertahanan Jepang berusaha untuk beralih dari memobilisasi pesawat secara reaktif ke pengawasan proaktif serta lebih berkonsentrasi pada pelatihan tingkat tinggi menggunakan pesawat tempur siluman F-35.
Angkatan Udara Bela Diri Jepang saat ini sedang meningkatkan armadanya dengan beralih ke pesawat tempur siluman F-35 dan pesawat ini dianggap tidak tidak digunakan untuk mencegat untuk sekadar pamer kekuatan. Mengurangi jumlah scramble kemungkinan akan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi beban pilot. Langkah ini juga juga diharapkan memungkinkan Angkatan udara Jepang untuk meningkatkan pelatihan tingkat tinggi dengan jet F-35.
China telah meningkatkan aktivitas militernya di Laut China Timur sejak pemerintah Jepang menempatkan di bawah kendali negara bagian dari gugusan pulau, yang oleh Jepang disebut Senkaku dan China sebagai Diaoyu pada September 2012.
Pemerintah Jepang menerbangkan jet tempur untuk mencegat pesawat China dengan rekor 851 kali pada tahun 2016, dan 675 kali pada tahun fiskal 2019. Tetapi di bawah pembatasan baru, mereka menerbangkan jet 331 kali dalam sembilan bulan pertama tahun fiskal 2020 yang dumulai mulai April. Angka ini 192 kali lebih sedikit dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Angkatan Udara Jepang akan memantau pesawat yang terbang di Zona Identifikasi Pertahanan Udara yang diatur di luar wilayah udaranya menggunakan situs radar dan sistem peringatan dini udara. Personel militer juga akan berjaga 24 jam sehingga jet tempur dapat segera dikirim untuk menanggapi potensi ancaman udara.
