Dua dari rudal “aircraft-carrier killer” atau “pembunuh kapal induk” China menghantam kapal yang bergerak di dekat Kepulauan Paracel di Laut China Selatan.
South China Morning Post melaporkan pada Sabtu 15 November 2020, uji penembakan itu dilakukan pada Agustus 2020 lalu.
Ketika media pertama kali melaporkan tentang peluncuran pada 26 Agustus, mereka hanya menyebut rudal itu jatuh ke Laut China Selatan dan tidak ada target khusus yang disebutkan. Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas pesawat U-2 Amerika, yang menurut China melanggar zona larangan terbang ketika Beijing melakukan latihan angkatan laut langsung di Laut Bohai.
“Jadi beberapa hari kemudian [setelah manuver kapal induk], kami meluncurkan DF-21 dan DF-26, dan rudal menghantam kapal yang berlayar di selatan Kepulauan Paracel,” kata Wang Xiangsui, pensiunan kolonel senior.
Wang mengatakan bahwa Amerika menganggap itu sebagai “unjuk kekuatan”, sementara China melakukannya “karena provokasi mereka”.
“Ini peringatan bagi Amerika, meminta AS untuk tidak mengambil risiko militer,” katanya. “Tindakan semacam itu menandai garis bawah konfrontasi Sino-Amerika.”
Menyusul langkah itu, Washington mengatakan U-2-nya tidak melanggar aturan internasional dan bahwa gerakan militernya di wilayah tersebut akan terus berlanjut.
Belakangan ini, Amerika Serikat telah meningkatkan kehadiran militernya, termasuk jet dan kapal, di dekat perbatasan China, yang dianggap Beijing sebagai ancaman potensial. Demikian pula, Washington menantang klaim Beijing atas Laut China Selatan dengan melakukan operasi militer di sana dan menyerukan kebebasan navigasi di perairan yang disengketakan.
Pada Juli, Angkatan Laut Amerika mengatakan USS Nimitz dan USS Ronald Reagan melakukan latihan bersama di Laut China Selatan, “untuk mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.