
Penyelidikan kemudian mengungkapkan kapal selam menabrak gunung bawah laut setinggi 6.500 kaki dari dasar laut. Gunung bawah laut itu tidak muncul pada grafik yang digunakan awak San Francisco untuk merencanakan rute mereka, tetapi muncul pada grafik lain sebagai “potensi bahaya.”
Grafik yang digunakan oleh awak San Francisco disusun oleh Badan Pemetaan Pertahanan pada tahun 1989. Menurut sebuah studi dari insiden yang disiapkan oleh University of Massachusetts pada tahun 2008, citra satelit Landsat menunjukkan gunung bawah laut di daerah tabrakan telah naik seratus kaki. Grafik Angkatan Laut tidak memperbarui data.
Angkatan Laut percaya bahwa dengan berhentinya Perang Dingin lokasi kecelakaan itu bukan prioritas utama untuk pemetaan, dan prioritas diberikan untuk wilayah Timur Tengah.
Setelah perbaikan untuk memastikan integritas lambung, San Francisco bergerak dengan kekuatannya sendiri menuju Puget Sound, Washington. Bagian yang rusak dari haluan perahu telah dibuang. Haluan kapal selam USS Honolulu yang akan segera pensiun diambil dan dilas ke San Francisco.
Kapal selam itu kembali bergabung armada pada tahun 2009 dan selama tujuh tahun. Pada bulan Januari, USS San Fransico menjadi sebuah kapal selam pelatihan yang ditambatkan secara permanen.
Tabrakan USS San Fransisco mau tidak mau menggambarkan dua hal terkait kapal selam Amerika yakni kualitas kapal dan kualitas kru bekerja dalam kondisi darurat.
Amerika Serikat belajar dari kejadian serupa ketika pada pada tahun 1963, setelah kehilangan USS Thresher yang menabrak gununng, Angkatan Laut melembagakan program SUBSAFE. Tujuan dari program ini adalah untuk memastikan bahwa lambung kapal selam mampu menahan tekanan ketika terjadi tabrakan keras dan mampu muncul ke permukaan. Program Propulsion Nuklir Angkatan Laut juga menjadikan keamanan reactor nuklir sebagai hal yang mutlak.
Jika lambung kapal selam tetap utuh, dia bisa bergerak ke permukaan dan reaktor terus beroperasi kru bisa tetap hidup. San Francisco mampu melakukan tiga hal itu.