Washington telah mengutuk rencana Suriah untuk membangun hubungan diplomatik dengan Abkhazia dan Ossetia Selatan serta mendesak “pasukan” Rusia untuk mundur dari wilayah-wilayah ini.
“Daerah-daerah ini adalah bagian dari Georgia. Posisi Amerika Serikat di Abkhazia dan Ossetia Selatan tak tergoyahkan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert dalam sebuah pernyataan Rabu 30 Mei 2018.
Sebelumnya pada bulan Mei, Presiden Ossetia Selatan Anatoly Bibilov mengatakan kepada Sputnik bahwa penarikan pasukan Rusia dari Ossetia Selatan adalah mustahil, karena militer dari kedua negara telah melakukan pendekatan keamanan bersama yang menetapkan bahwa Rusia menjamin keamanan Ossetia Selatan.
Pada bulan Agustus 2008, Dmitry Medvedev, Presiden Rusia, menandatangani sebuah dekrit yang mengakui Ossetia Selatan dan kemerdekaan Abkhazia setelah serangan militer Georgia terhadap Ossetia Selatan. Menurut Medvedev, itu adalah “satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan nyawa orang.”
Pada gilirannya, Washington menentang pengakuan Rusia terhadap kemerdekaan wilayah tersebut. Menteri Luar Negeri Amerika kala itu Condoleezza Rice menekankan bahwa Washington akan terus menganggap Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai bagian dari Georgia dan siap untuk menggunakan hak veto-nya di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir setiap upaya oleh Rusia mengubah status kawasan itu.
Pasukan Georgia memulai operasi militer di Ossetia Selatan untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah tersebut. Rusia mengirim pasukan ke Ossetia Selatan untuk mencoba melindungi penduduk lokal, banyak di antaranya memiliki kewarganegaraan Rusia.
Setelah lima hari perang, Rusia berhasil mengusir pasukan Georgia dari wilayah tersebut. Ini menyebabkan Georgia memutuskan hubungan diplomatik dengan Rusia, karena Georgia menganggap Ossetia Selatan dan Abkhazia sebagai wilayah pendudukan.
Abkhazia dan Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Georgia pada awal 1990-an. Selama periode Soviet, kedua wilayah itu menikmati status otonom, namun, setelah pembubaran Uni Soviet, Georgia yang independen memutuskan untuk mencabut wilayah otonomi mereka, yang mengakibatkan konflik militer.
Warga Abkhazia dan Ossetia Selatan telah berulang kali berbicara mendukung kemerdekaan. Pada bulan Oktober 1999, 97,5% memilih Abkhazia merdeka.
Pada bulan Januari 1992 dan pada bulan November 2006, sekitar 99% dari mereka yang mengambil bagian dalam referendum memilih kemerdekaan Ossetia Selatan.
Selain itu, Washington telah mengutuk langkah Suriah untuk mengakui kemerdekaan Abkhazia dan Ossetia Selatan dan untuk membangun hubungan diplomatik dengan mereka dengan menekankan bahwa Amerika mendukung kemerdekaan Georgia.
Pada tanggal 29 Mei Suriah mengakui kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia dan sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik dengan republik di tingkat kedutaan.
Menanggapi keputusan ini, Georgia meluncurkan prosedur untuk menangguhkan hubungan diplomatik dengan Suriah.
Terlepas dari Suriah, Ossetia Selatan telah diakui oleh lima negara anggota PBB yakni Nauru, Nikaragua, Rusia, Tuvalu, dan Venezuela, meskipun Tuvalu menarik pengakuan atas republik pada tahun 2014.
Sedangkan kemerdekaan Abkhazia telah diakui oleh enam negara anggota PBB yakni Nauru, Nikaragua, Rusia, Tuvalu, Vanuatu, dan Venezuela dan menyusul Suriah. Tuvalu dan Vanuatu, , kemudian menarik pengakuan mereka.