Pada tanggal 25 April 1915, 78.000 tentara Inggris, Prancis, Australia, dan Selandia Baru menyerbu pantai semenanjung Gallipoli di tengah kemarahan senapan mesin dan tembakan meriam Ottoman Turki. Ini adalah D-Day Perang Dunia I.
Serangan amfibi yang dimaksudkan untuk membongkar senjata Turki yang ditempatkan di Selat Dardanella. Namun akhirnya gagal total. Mereka tidak mampu menembus garis parit dan para petempur Turki.
Pasukan Entente menghabiskan delapan bulan dan 47.000 jiwa untuk maju maksimum empat mil. Dan mereka tidak pernah bisa lebih dekat lagi.
Bagaimana hasilnya begitu parah? Bahkan, Gallipoli ditakdirkan untuk gagal sejak awal. Itu adalah operasi yang ditentukan oleh tekanan politik dan didasarkan pada tujuan strategis yang hampir tidak mungkin.
Perang ini buru-buru disusun, dilaksanakan oleh tentara yang hampir tidak melalakukan persiapan dan pelatihan amfibi.
Benih Bencana

Jalan ke Gallipoli dimulai pada tanggal 3 November 1914, ketika First Lord Admiralty Winston Churchill memerintahkan pemboman benteng Turki di mulut Dardanella untuk menanggapi masuknya Kekaisaran Ottoman ke dalam perang di sisi Jerman.
Sebuah serangan yang menipu. Hanya dengan empat kapal penjelajah sekutu dan dua puluh menit serangan, uamg merupakan inisiatif Churchill diwarnai keberuntungan karena satu tembakan memukul langsung senjata Turki; ledakan berikutnya mengnonaktifkan sekitar selusin senjata berat.
Tetapi serangan awal ini sebenarnya tidak mengakibatkan kerusakan signifikan terhadap pertahanan Ottoman dan cepat diperbaiki.
Namun, membawa dua konsekuensi jangka panjang. Yang pertama adalah untuk mempercepat penguatan Turki di semenanjung Dardanella dan Gallipoli, suatu proses yang berlangsung enam bulan ke depan.
Yang kedua serangan pertama ini memunculkan optimisme Churchill. Inilah yang dimaksud menipu. Ia menjadi pendukung gencar untuk melakukan serangan angkatan laut terhadap Kekaisaran Ottoman dan berniat akan mengakhiri Turki.
Di perang darat di Prancis, perencana militer Inggris dan Prancis sedang mencari cara untuk membuka front baru melawan Jerman untuk membantu Rusia yang terkepung. Seiring waktu berlalu, usulan Churchill menjadi lebih menarik.
Sebuah tindakan angkatan laut untuk menguasai Dardanella yang dianggap sebagai membersihkan jalan melalui Laut Hitam, Rusia dan membantu membuka front baru melawan Jerman. Dengan menempatkan Istanbul bawah ancaman serangan langsung.
Royal Navy belum pernah beroperasi di perairan yang begitu sempit dan dikelilingi oleh senjata berat, penuh dengan ranjau, dan dilengkapi dengan puluhan baterai mortir mobile.
Pada akhirnya, lobi Churchill menang. Sebuah operasi angkatan laut besar-besaran dengan persiapan untuk pendaratan amfibi. Bahkan perencana militer menginstruksikan kapal perang tua dan usang ikut berlayar.