
Pada akhir 2016, para analis pertahanan Rusia membuat kajian rinci tentang tentang keadaan militer Suriah. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa pertahanan udara Suriah tetap tangguh, bahkan setelah setengah dasawarsa perang melawan terorisme.
Menurut perkiraan, Angkatan Pertahanan Udara masih memiliki 36 Pantsir-S1, yang dikirim oleh Rusia antara tahun 2008 dan 2013, 3-6 batalyon dari SAM jarak menengah dan Buk-M1 dan M2. Moskow mengirimkan delapan Buk-M2 antara 2010 dan 2013.

Selain itu Suriah memiliki lima resimen (25 baterai) dari sistem rudal permukaan ke udara jarak menengah Kvadrat yang merupakan versi ekspor sistem pertahanan udara Kub. Damaksus juga diperkuat dengan 8 resimen sistem rudal jarak jauh S-200VE.
Suriah memiliki hingga 53 resimen varian Dvina dan Volga dari S-75, sistem pertahanan udara dataran tinggi Soviet yang digunakan untuk menembak jatuh US U-2 di atas Uni Soviet dan Kuba pada awal 1960-an.
Negara ini juga memiliki sekitar 4.000 senapan anti-pesawat dari berbagai kaliber, meskipun senjata ini secara perlahan-lahan mulai pensiun.
Pasukan darat juga dilengkapi dengan sistem pertahanan udara jarak pendek mobile OSA Strela-1, dan Strela-10 masing-masing 61, 100 dan 60 unit.
Jaringan radar Suriah terdiri dari peringatan dini / akuisisi target UHF P-40 3-D, radar peringatan dini kontrol darat P-12 3D VHF, radar surveillance / akuisisi target P-15 2D UHF, radar peringatan dini kontrol darat P-30, P-35 an P -80 2D E band / F band dan radar altimeter PRV-13 dan PRV-16.
Lebih Kuat dari Yang Diperkirakan

Pembentukan pertahanan udara Suriah berakar pada awal 1980-an setelah kekalahan memalukan Angkatan Pertahanan Udara mereka dari Israel selama Perang Libanon 1982 di Bekka Valley.
Setahun kemudian, pada tahun 1983, Uni Soviet mentransfer sistem pertahanan udara jarak jauh S-200VE, bersama dengan personel teknis untuk membantu melatih personel Suriah. Pengerahan S-200 tidak biasa, dengan Suriah mendapatkan sistem bahkan sebelum sekutu Pakta Warsawa Uni Soviet bisa mendapatkannya.
Sejak saat itu, karena bersaing dengan Angkatan Udara Pertahanan Israel yang unggul secara teknologi di perbatasannya, Suriah terus meningkatkan jaringan pertahanan udaranya.

Bahkan, meskipun usianya lebih tua dibandingkan dengan kekuatan Barat dan Rusia, pertahanan udara negara ini jauh lebih modern daripada Yugoslavia, Irak dan Libya sebelum negara-negara itu menjadi sasaran pengeboman Amerika dan NATO pada 1999, 2003 dan 2011.
Angkatan Pertahanan Udara Suriah diperkirakan memiliki antara 20.000 dan 36.000 personel. Wilayah Suriah, termasuk berbagai pegunungan, yang menyulitkan opsi penyerang, telah menghasilkan sebuah doktrin operasional yang bertujuan untuk mempertahankan kemampuan pertahanan udara bahkan dalam hal serangan musuh yang intensif, serupa dengan strategi Angkatan Pertahanan Udara Yugoslavia selama perang melawan NATO.
Menurut pengamat militer Rusia, sistem pertahanan udara Suriah yang paling tangguh adalah Pantsir-s serta BuK-M1-2 dan Buk M-2E, yang dapat menembak jatuh F-15 dari jarak 45 km dan secara bersamaan melacak dan menghancurkan hingga dua lusin target musuh.

Lebih jauh lagi, S-125 Pechora tetap menjadi masalah bagi NATO, terlepas dari usianya. Pada Maret 2015, Suriah menembak jatuh drone Predator Amerika di Latakia menggunakan sistem ini. Akhirnya, tentu saja, ada yang S-200, yang memiliki jangkauan operasional 300 km. Senjata inilah yang menembak jatuh F-16 Israel pada Februari 2018.
Tidak jelas pada titik ini apakah AS dan sekutunya hanya akan melakukan sekali serangan atau akan disusul dengan operasi lain. Namun Amerika mengatakan serangan hanya dilakukan sekali dan setelah itu selesai.
Tetpi serangan sabtu telah mendorong Moskow untuk mempertimbangkan menyediakan Damaskus dengan sistem jarak jauh S-300. Jika ini benar, maka langit Suriah akan semakin berbahaya.