Dilengkapi Senjata Canggih Buatan Amerika, Taliban Makin Berbahaya
New York Times

Dilengkapi Senjata Canggih Buatan Amerika, Taliban Makin Berbahaya

Taliban yang sebelumnya dianggap sebagai kelompok gerilyawan yang tidak dilengkapi dengan senjata baik, kini mereka justru semakin kuat karena memiliki senjata dengan teknologi canggih buatan Amerika Serikat.

Taliban semakin mampu menyerang pasukan keamanan Afghanistan menggunakan kacamata penglihatan malam dan laser yang dikatakan oleh pejabat militer Amerika baik dicuri dari pasukan Afghanistan dan internasional atau dibeli di pasar gelap.

Perangkat dengan harga mencapai Rp40 juta per unitnya tersebut memungkinkan Taliban untuk melakukan manuver pasukan di malam hari yang gelap gulita ketika, mampu melacak helikopter koalisi, dan laser inframerah pada senapan Amerika.

New York Times mengutip pejabat militer Amerika Serikat melaporkan Minggu 1 April 2018, dengan visibilitas medan perang baru ini, Taliban telah melakukan lebih dari dua kali lipat serangan malam dari 2014 hingga 2017.

Jumlah warga Afghanistan yang terluka atau terbunuh selama serangan malam hari selama periode itu meningkat hampir tiga kali lipat.

Kondisi ini memaksa komandan Amerika untuk memikirkan kembali akses terbatas yang mereka berikan kepada pasukan keamanan Afganistan ke perangkat night vision. Komandan khawatir bahwa memberi akses militer Afghanistan ke peralatan mahal menempatkan risiko kerugian teknologi, dengan konsekuensi mematikan.

Selama bertahun-tahun, para komandan Amerika enggan memberikan peralatan night vision penglihatan malam kepada tentara dan polisi Afghanistan. Alasan utamanya adalah tingginya korupsi di antara pasukan-pasukan itu. Menurut pejabat militer Amerika, perangkat seperti  headset dan laser inframerah – biasanya diberikan hanya untuk pasukan komando elite Afghanistan dan unit misi khusus polisi.

Dokumen  yang diperoleh oleh The New York Times, menggarisbawahi kekhawatiran tentang kecanggihan Taliban yang semakin meningkat di medan perang setelah 16 tahun perang .

Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa militer Amerika telah mulai mengirim model lama perangkat penglihatan malam ke unit tentara regular Afghanistan. Peralatan tersebut seharga sekitar US$3.000 atau sekitar Rp41 juta perunitnya.

Salah satu batch pertama peralatan night-vision untuk unit konvensional di Afghanistan selatan, bagian dari program percontohan berbulan-bulan, dikirim ke Korps 215 yang bertempat di Provinsi Helmand pada musim semi 2016.

Tetapi menurut dokumen tersebut dari 210 perangkat yang dibagi hanya 161 yang dikembalikan. Selaain itu peralatan itu tidak digunakan secara efektif, sebagian karena pasukan tidak terlatih untuk menggunakannya.

Dokumen itu juga menyebutkan pasukan Afganistan mengatakan, perangkat yang hilang itu dilaporkan sebagai “kerugian tempur,” tetapi tidak bisa mendukung klaim itu dengan bukti atau catatan apa pun untuk menjelaskan di mana atau kapan mereka ditinggalkan.

Pada saat itu, komandan Korps ke-215 adalah Mayor Jenderal M. Moein Faqir. Dia kemudian ditangkap karena tuduhan korupsi yang mencakup penyalahgunaan uang makan untuk pasukannya.

David W. Barno, seorang letnan jenderal purnawirawan yang memimpin upaya perang di Afghanistan dari 2003 hingga 2005 mengatakan karena beberapa peralatan ini jatuh ke tangan Taliban, militan tersebut telah memiliki kemampuan yang lebih besar.

Dia juga megnatakan peralatan canggih, seperti drone dan senjata presisi juga telah direbut oleh kelompok-kelompok bersenjata lainnya di zona konflik global lainnya. “Ini akan menjadi masalah,” kata Barno, “dan itu akan mengubah cara kami beroperasi.”

Dengan penyebaran perangkat canggih ke Taliban tersebut, unit infanteri pada patroli telah diperintahkan untuk tidak menggunakan perangkat penandaan tertentu yang hanya dapat dilihat oleh peralatan night vision.  Awak helikopter telah sudah diberitahu bahwa pesawat mereka tidak lagi diselubungi oleh kegelapan.

Dalam satu kasus November lalu, para pejuang Taliban yang memakai kacamata night vision menyerang pos terdepan polisi di Provinsi Farah, di Afghanistan barat. Pada saat serangan, delapan perwira Afghanistan mati di tempat tidur mereka. Abdul Rahman Aka, pemimpin wilayah Pule Regi, mengatakan pada saat itu hanya satu perwira Afghanistan yang selamat.

Frekuensi dan keganasan serangan Taliban malam itu terkait dengan upaya pasukan Afghanistan, yang berbasis di pos-pos pemeriksaan kecil di seluruh negeri, untuk mempertahankan wilayah yang telah direbut dari militan.