Samudra di planet ini telah banyak menjadi saksi pertempuran paling mematikan. Selama berabad-abad satu-satunya cara untuk berkeliling dunia adalah dengan berani menuju laut yang ganas. Kontrol atas rute pengiriman sangat penting untuk keamanan negara dan kerajaan.
Sepanjang sejarah, bangsa-bangsa di dunia telah membangun dan mengirim armada besar untuk berperang satu sama lain guna mengendalikan hamparan lautan.
Pertempuran laut telah sama besar dan menghancurkan seperti pertempuran darat. Hal ini terutama terjadi ketika HMS Dreadnought diciptakan pada tahun 1906, mengantarkan era baru kapal perang yang mendefinisikan abad ke-20.
Dengan jenis kapal perang baru ini, dan dengan kemunculan kapal induk beberapa dasawarsa kemudian, pertempuran angkatan laut melihat tingkat intensitas dan kepentingan baru, karena mereka mendefinisikan jalannya perang.
Berikut adalah 10 pertempuran angkatan laut terbesar dan terpenting dalam sejarah modern:

Pertempuran Teluk Manila, 1 Mei 1898
Meskipun pertempuran menggunakan kapal pra-perang, Pertempuran Teluk Manila melibatkan kapal-kapal uap dengan menara besar dan senjata api yang menjadi cikal-bakal kapal perang di Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Pertempuran Teluk Manila yang menjadi pertarungan pertama Spanyol dan Amerika. Skuadron Pasifik Spanyol Skuadron dihancurkan oleh Skuadron Asiatic Amerika Serikat. Dari 13 total kapal di skuadron Spanyol, delapan kapal tenggelam – tujuh kapal penjelajah dan satu transportasi. Sebanyak 77 pasukan Spanyol tewas dan lebih dari 200 terluka.
Sementara di pihak Amerika hanya satu kapal penjelajah mereka yang rusak, satu pelaut tewas dan sembilan pelaut terluka.
Pertarungan tersebut menunjukkan bahwa Amerika mulai menunjukkan dirinya sebagai kekuatan global yang mampu mengalahkan negara-negara Eropa kuat kala itu seperti Spanyol. Hal ini juga memungkinkan Amerika untuk menduduki Manila yang akhirnya menyebabkan Spanyol menyerahkan kontrol Filipina pada Washington.

Pertempuran Tsushima, 27-28 Mei 1905
Dikenal di Jepang sebagai Pertempuran Laut Jepang, Pertempuran Tsushima menjadi awal munculnya kekuatan Kekaisaran Jepang di dunia global. Mereka harus melawan gabungan kekuatan armada Baltik dan Pasifik Rusia.
Angkatan Laut Rusia telah mencegah Imperial Jepang mengendalikan laut, dan bermaksud untuk mengepung Angkatan Laut Jepang dengan kekuatan gabungan mereka dengan harapan bisa mengakhiri Perang Rusia-Jepang.
Taruhannya begitu tinggi sehingga Laksamana Jepang Tōgō Heihachirō mengatakan kepada pelautnya tepat sebelum pertempuran, “Nasib Kekaisaran bergantung pada hasil pertempuran ini, biarkan setiap orang melakukan tugasnya yang terbaik.”
Pelaut Jepang akhirnya menghancurkan Angkatan Laut Rusia. Dua pertiga armada Rusia, sekitar 21 kapal, tenggelam dalam pertempuran – dengan enam lainnya ditangkap. Lebih dari 4.000 pelaut Rusia terbunuh dan 5.000 lainnya ditangkap.
Di pihak Jepang hanya tiga kapal yang tenggelam, lebih dari 100 orang tewas, dan sekitar 530 terluka. Sir George Sydenham Clarke, seorang perwira Inggris dan administrator kolonial saat itu, menulis bahwa “Pertempuran Tsu-shima sejauh ini merupakan peristiwa angkatan laut terbesar dan paling penting sejak Trafalgar.”
Seperti orang Amerika pada Pertempuran Manila, Tsushima membuktikan bahwa Kekaisaran Jepang adalah kekuatan besar. Rusia mengakui kekalahan di Treaty of Portsmouth empat bulan kemudian.

Battle of Coronel, 1 November 1914.
Salah satu pertempuran angkatan laut pertama Perang Dunia I, Pertempuran Coronel melibatkan Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan Kekaisaran Jerman. Pertempuran itu tidak terjadi di Eropa atau Asia, namun di Amerika Selatan yang netral, di lepas pantai Cile.
Skuadron Asia Timur telah mundur dari markasnya di China setelah Angkatan Laut Inggris dan Angkatan Laut Australia menguasai Pasifik, dan Jepang memasuki perang dengan berdiri di pihak sekutu.
Wakil Laksamana Jerman Maximilian von Spee memutuskan untuk menggunakan kapalnya sebagai perampok untuk menyerang kapal dagang di lepas pantai Amerika Selatan untuk mengganggu perdagangan. Inggris mengirim Skuadron Hindia Barat, di bawah komando Laksamana Sir Christopher Cradock untuk menangani von Spee.
Tetapi yang terjadi Von Spee justru yang menghancurkan Skuadron Cradock – dua dari empat kapalnya tenggelam, dan lebih dari 1.500 pelaut meninggal, termasuk Cradock sendiri.
Tidak ada korban jiwa di pihak Jerman, kapal mereka juga hampir tidak mengalami kerusakan. Mereka berlabuh di pelabuhan Valparaiso Chili sebelum berangkat untuk melanjutkan misi perampokannya.