Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan negaranya akan menyerang Suriah jika Damaskus berani menggunakan senjata kimia digunakan untuk melawan warga sipil. Namun sejauh ini pihaknya belum menemukan bukti hal itu dilakukan oleh Basar Assad.
“Pada senjata kimia, saya memberi garis merah dan saya menegaskan kembali garis merah itu,” kata Macron kepada wartawan. “Jika kita telah menemukan bukti senjata kimia digunakan, kita akan menyerang tempat pembuatannya,” kata Macron sebagaimana dikutip Business Insider Rabu 14 Februari 2018.
Macron sebelumnya memang mengatakan bahwa penggunaan senjata kimia akan menjadi “garis merah”. Dalam sebuah pembicaraan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat minggu lalu dia menyatakan keprihatinannya atas tanda-tanda bahwa bom klorin digunakan untuk melawan warga sipil di Suriah.
“Saat ini, agensi kami, angkatan bersenjata kami belum menetapkan bahwa senjata kimia, sebagaimana tercantum dalam perjanjian, telah digunakan untuk melawan penduduk sipil.”
Pemerintah Suriah telah berulang kali membantah menggunakan senjata kimia dan mengatakan bahwa pihaknya hanya menargetkan pemberontak bersenjata dan militan.
Pekan lalu menjadi salah satu waktu paling berdarah dalam konflik Suriah saat pasukan pemerintah Suriah, yang didukung oleh Rusia dan Iran, membombardir dua daerah utama yang dikuasai pemberontak yakni di Ghouta Timur dekat Damaskus dan provinsi barat laut Idlib.
Upaya diplomatik telah membuat sedikit kemajuan guna mengakhiri perang yang sekarang telah hampir berlangsung selama delapan tahun. Ratusan ribu telah tewas dan memaksa setengah dari populasi Suriah yang berjumlah sekitar 23 juta meninggalkan rumah mereka.
Suriah menandatangani perjanjian internasional yang melarang senjata kimia dan mengizinkan pemantau menghancurkan gudang gas beracunnya setelah sebuah kesepakatan tercapai pada tahun 2013 untuk mencegah pembalasan Amerika yang menyebut serangan gas syaraf di dekat Damaskus telah menewaskan lebih dari 1.000 orang. Washington kembali menuduh Suriah menggunakan gas syaraf tahun lalu dan menyerang sasaran di Suriah.
Dalam beberapa pekan terakhir, petugas penyelamat, kelompok bantuan dan Amerika Serikat menuduh Suriah berulang kali menggunakan gas klorin, yang dimilikinya secara legal untuk digunakan salah satunya untuk pemurnian air, sebagai senjata kimia terhadap warga sipil di Ghouta dan Idlib.