Dukungan Global untuk Amerika Berada Pada Titik Nadir

Dukungan Global untuk Amerika Berada Pada Titik Nadir

Sejak Donald Trump mulai menjabat sebagai presiden Amerika pada 2016, dukungan global atas kebijakan dan kepemimpinan Amerika telah mencapai rekor terendah yakni 30 persen.

Menurut sebuah survei baru-baru ini oleh Gallup jumlah negara di mana mayoritas tidak setuju dengan kepemimpinan Amerika meningkat lebih dari tiga kali lipat yakni dari 15 negara pada 2016 menjadi 53 negara pada 2017. Tingkat ketidaksetujuan tertinggi yakni 83 persen terjadi di Norwegia.

Di Turki, tingkat persetujuan terhadap kebijakan Amerika juga menurun menjadi 27 persen pada 2017, dibandingkan dengan 29 persen tahun sebelumnya, meskipun tidak ada perubahan pendapat yang signifikan di negara ini sejak pelantikan Trump.  Sejak awal sikap anti-Amerika di Turki memang sudah tinggi.

Menurut sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh BBC pada tahun 2005,  82 persen warga Turki berbagi sentimen anti-Amerika. Survei lain oleh Gallup pada tahun 2007 menunjukkan bahwa hanya 16 persen warga Turki yang mendukung Amerika.

Ender Helvacıoğlu, pengamat politik dari Turki dan pemimpin redaksi majalah “Science and Future” (Bilim ve Gelecek) mengatakan  penurunan substansial dalam dukungan global ke Washington dan meningkatnya sentimen anti-Amerika di Turki tidak mengejutkan.

Dia menambahkan bahwa jumlah sekutu yang bersimpati dengan Amerika menurun bahkan di Barat, dan terutama di Eropa. Dalam hal itu, kepribadian Trump telah memainkan peran. Meskipun kebijakan pemerintahan Obama dipandang oleh beberapa orang sebagai musuh terhadap negara-negara lain, namun citra publik tetap dipelihara dengan mendukung demokrasi, nilai-nilai barat dan kemajuan dalam sains dan teknologi. Tetapi dengan gerakan sembrono, Trump kini telah menyelesaikan penghancuran citra Amerika di dunia barat.

“Bagi masyarakat internasional, pemerintah baru Amerika sekarang bukan lagi sumber pengharapan untuk memecahkan masalah mendasar kemanusiaan. Faktanya, Amerika dipandang sebagai sumber utama masalah ini,” kata Helvacıoğlu sebagaimana dikutip Sputnik Minggu 28 Januari 2018.