Pada 8 Agustus 2017, dua pembom supersonik B1-B Lancer Amerika yang diapit oleh jet Jepang dan Korea Selatan berputar-putar selama 10 jam di semenanjung Korea di dekat pulau Kyushu selatan. Seperti biasa ini adalah demonstrasi kekuatan ke Pyongyang.
Pada latihan pertama, B1-B bergabung dengan dua jet tempur F-2 Jepang. Kemudian secara terpisah para pembom melakukan latihan dengan Korea Selatan. Pembom dengan kemampuan serangan nuklir ini terbang dari Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Pulau Guam, Pasifik.
Penerbangan B1-B ke untuk mengancam Korea Utara sudah sangat sering dilakukan oleh Amerika Serikat. Meski hal itu hampir tidak berpengaruh pada sikap Kim Jong un, penerbangan terus saja dilakukan.
Pesan semacam ini juga selalu diikuti respons yang serupa dari Korea Utara. Mereka menyebut Amerika melakukan simulasi serangan dan provokasi. Pyongyang kemudian emngancam akan menyerang Amerika Serikat dengan rudal nuklir mereka, terutama pada pangkalan militer di sekitar negara tersebut.
Dr. Stephen Hoadley, Associate Professor Politik dan Hubungan Internasional di Universitas Auckland dan Kapten Kehormatan Angkatan Laut Selandia Baru, mencatat ancaman yang dikeluarkan Pyongyang sudah sering dikeluarkan di masa lalu, yang beda sekarang adalah Korea Utara kini bisa mengancam dengan menggunakan serangan antarbenua.
“Pada bulan April, para analis Australia mengatakan bahwa Korea Utara setidaknya membutuhkan dua atau tiga tahun lagi untuk memiliki kemampuan rudal antar benua, dan bahkan lebih lama lagi untuk dapat membekali mereka dengan hulu ledak operasional. Beberapa bulan kemudian, perkiraan kami salah dan Utara Korea telah membuat kemajuan yang jauh lebih besar daripada yang dikhawatirkan atau diperkirakan “kata Dr. Hoadley kepada Sputnik.
Meskipun demikian, dia yakin sebuah serangan pertama Korea Utara “sangat tidak mungkin” – siapa pun di negara ini yang memiliki kesadaran akan kemampuan balas dendam Amerika akan mengerti bahwa tindakan tersebut “sama sekali tidak masuk akal”.
Prospek serangan Amerika ke negara ini juga sama saja tidak realistis. Menurut Hoadley sebagai negara yang telah lelah perang Amerika tidak siap untuk melakukan “pengorbanan besar-besaran” yang diperlukan.
“Saya tidak berpikir sanksi Amerika akan menghentikan program rudal Korea Utara. Mereka secara konsisten memastikan memiliki senjata nuklir yang tidak dapat dinegosiasikan – prestise dan legitimasi rezim bergantung pada kemampuan senjata nuklir,” kata Dr. Hoadley.
Baca juga:
Jenderal Amerika: Pilihan Militer Untuk Korea Utara Tak Terbayangkan dan Mengerikan