Surat Pangeran Puger dan Perang Tahta Jawa Pertama
Kraton Mataram Kota Gede

Surat Pangeran Puger dan Perang Tahta Jawa Pertama

Sisa-sisa Kraton Kartasuro

Menurut catatan sejarah, ketika Amangkurat II wafat terjadi sejumlah peristiwa supranatural yang mengamanatkan bahwa wewenang raja yang dianugerahkan oleh para dewata, hendaknya diwariskan kepada Puger, dan tidak kepada putra mahkota yang digambarkan oleh catatan sejarah sebagai seorang lumpuh, berakhlak rendah serta teramat zalim (gambaran ini mungkin mencerminkan kepentingan para pewaris Puger yang memerintah di istana tempat catatan sejarah itu ditulis). Walau demikian, putra mahkota itu tetap mewarisi tahta kerajaan sebagai Amangkurat III.

Putra Puger, Raden Suryakusuma, mengiringi jenazah Amangkurat II hingga ke tempat pemakaman para raja di Imogiri, tetapi dia sendiri kemudian tidak kembali ke Kartasura. Sebaliknya, dia pergi ke arah barat, ke Bagelen dan menyatakan dirinya sebagai raja dengan gelar Prabu Panatagama – atau dengan gelar yang lebih agung – Susuhunan Waliolah Panatagama.

Nampaknya, kiprah Suryakusuma sama sekali tidak terkait dengan ayahandanya, kendati demikian, di dalam keraton, Puger dituduh telah memicu pemberontakan dan sebab itu dimasukkan dalam penjara dan kemudian menjadi tahanan rumah.

Di awal 1704, sejumlah orang terkemuka lain juga berseberangan dengan raja yang baru. Di antara mereka adalah Pangeran Cakraningrat II dari Madura yang sangat berkuasa (yang ketika itu berusia sekitar delapan puluh tahun, dan salah seorang istrinya dikatakan telah diperkosa oleh Amangkurat III), penguasa Surabaya Angabei Jangrana II dan bupati Semarang (sebuah kawasan di bawah kendali VOC), yaitu Tumenggung Rongga Yudanagara.

Menurut sumber-sumber Jawa, merekalah yang mendesak Puger untuk melancarkan pemberontakan. Pada tanggal 10 Maret, Puger melarikan diri dari Kartasura di tengah malam dan menuju ke Semarang, dan dengan demikian melancarkan usahanya yang kedua untuk menjadi seorang raja.

Maka dimulailah apa yang kemudian lazim disebut sebagai Perang Perebutan Tahta Jawa Pertama (1704-1708).

Surat ini ditulis oleh Puger di Semarang. Perlu diingat bahwa ketika dia menyerah di tahun 1681, Kompeni menjamin keselamatannya, jadi boleh dikatakan bahwa Puger sudah menganggap dirinya sebagai seorang yang dilindungi VOC.

Itulah sebabnya mengapa dia merujuk pada kebaikan yang sebelumnya telah diberikan oleh Kompeni kepadanya, dan percaya serta berharap pada VOC, ‘seiring dengan Tuhan’. Beliau mengadu bahwa telah diperlakukan tidak baik oleh raja yang baru, dan menyangkal tuduhan bahwa beliau bertanggung jawab atas terjadinya pemberontakan oleh Suryakusuma.

Pengakuan Puger telah mendapat dukungan besar dari Cakraningat II dan sejumlah pihak lain, tak lama kemudian terbukti dibesar-besarkan sebab ternyata sukar sekali untuk membentuk sebuah koalisi untuk pergi ke Kartasura.

Akan tetapi, ketika surat tersebut ditulis, rencana pembentukan koalisi tersebut nampak sebagai janji besar di mata VOC. Sudah sejak lama, Kompeni tidak memercayai keraton Kartasura, khususnya Amangkurat III – yang diberitakan menjalin hubungan dengan musuh utama VOC, Surapati – dan pandangan Kompeni bahwa Puger adalah seseorang yang memiliki sejumlah hubungan khusus telah membuat Kompeni mendukung usahanya untuk merebut tahta kerajaan. Sementara itu, Amangkurat III menulis kepada Kompeni, berjanji akan melunasi hutang kerajaannya; namun VOC tidak memercayainya.

Pada tanggal 7 Juli 1704, VOC memberitahukan kepada Puger bahwa dia diterima sebagai seorang raja yang sah. Kendati Puger mengaku tidak mengetahui apa isinya, dia kemudian berjanji akan menyetujui sebuah kontrak baru yang disesuaikan dengan persyaratan dan Kapten Tack telah diberi wewenang untuk menyetujuinya sebelum dia dibunuh di keraton di tahun 1686.

Pada awalnya, Puger menggunakan gelar Susuhunan  Amangkurat, akan tetapi di bulan Okgober 1704, dia menggunakan sejumlah gelar yang kemudian menjadi panggilannya: Susuhunan Pakubuwana (I), Senapati Ingalaga Ngabdulrahman Sayidin Panatagama.

Di tahun 1705, dengan dukungan kekuatan militer VOC dan sebuah koalisi para pendudukung Jawa, Pakubuwana I berhasil menguasai Kartasura, yang telah ditinggalkan oleh Amangkurat III tanpa berusaha memberi perlawanan apapun.

Selama kampanyenya di tahun 1706, Surapati terluka dalam pertempuran di Bangli dan wafat di Pasuruan. Demikianlah, maka Perang Perebutan Tahta Jawa Pertama telah berakhir di tahun 1708, dengan penyerahan diri Amangkurat III yang kemudian dibuang ke Sri Lanka.

NEXT: BUNYI SURAT PUGER