Bentrok dengan Presiden, Kepala Angkatan Bersenjata Perancis Mundur
Pierre de Villiers

Bentrok dengan Presiden, Kepala Angkatan Bersenjata Perancis Mundur

Kepala Angkatan Bersenjata Perancis, Jenderal Pierre de Villiers, mengundurkan setelah berselisih  dengan Presiden Emmanuel Macron mengenai pemotongan anggaran pertahanan. Hal ini menjadi ujian pertama terhadap semangat presiden yang baru terpilih dan gaya kepemimpinannya.

Dalam sebuah pernyataan Rabu 19 Juli 2017, Pierre de Villiers yang berusia 60 tahun mengatakan bahwa dia telah berusaha untuk menjaga angkatan bersenjata sesuai dengan tugas yang semakin sulit dalam menghadapi kendala keuangan, namun dia tidak lagi dapat mempertahankannya.

“Dalam situasi saat ini saya melihat diri saya tidak lagi mampu menjamin kekuatan pertahanan kuat yang saya yakini diperlukan untuk menjamin perlindungan bagi rakyat Prancis, sekarang dan besok, dan untuk mempertahankan tujuan negara kita,” katanya.

Macron yang berusia 39 tahun itu bergerak cepat untuk menggantikan Villiers dengan menunjuk Jenderal Francois Lecointre, 55, untuk mengisi peran tersebut.

Tetapi hal ini telah menjadi  ujian awal bagi Macron, kepergian jenderal paling senior Perancis menggambarkan tekanan besar kekuatan militer karena memerangi kelompok militan di Afrika, mitra sekutu dalam konflik Timur Tengah, dan melakukan patroli di wilayahnya sendiri.

Pengunduran diri De Villiers menyusul sebuah perdebatan  sengit minggu lalu antara kedua tokoh tersebut. Pada sidang tertutup anggota parlemen, de Villiers telah menggunakan bahasa yang kuat untuk memprotes pemotongan anggaran pertahanan 850 juta euro (US$ 980 juta) yang dilakukan  Macron untuk mengendalikan pengeluaran negara dan mendapatkan defisit  di bawah target Uni Eropa sebesar 3 persen.

Menurut sumber di persidangan, dia juga memberikan peringatan keras tentang dampaknya; “Tidak ada kekuatan di tentara kita dan  situasi keamanan memburuk,” katanya kepada anggota parlemen.

Macron dengan cepat membalas dengan teguran, dengan mengatakan: “Saya telah membuat keputusan dan saya adalah atasan Anda.”

Sumber kepresidenan menegaskan kembali posisi Macron pada hari Rabu. “Kita tidak bisa memiliki ketidaksetujuan publik, begitulah institusi kita harus bekerja,” kata sumber tersebut.

Juru  bicara pemerintah kemudian berusaha mengurangi skala pemotongan anggaran pertahanan 850 juta euro, dengan mengatakan bahwa anggaran tersebut akan meningkat lagi tahun depan sebesar 1,5 miliar euro menjadi 34,2 miliar.

Dia menegaskan kembali komitmen Macron untuk menetapkannya anggaran pertahanan sebesar 2 persen dari PDB pada tahun 2025 dari sekitar 1,6 persen saat ini.

Penggantinya, Lecointre adalah veteran infanteri laut. Dia bertugas di Rwanda pada tahun 1994 dan sebagai bagian dari kekuatan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bosnia pada tahun 1995. Pada tahun 2013, dia memimpin sebuah misi pelatihan militer Eropa di Mali.

Beberapa pihak melihat gaya kepemimpinannya yang terkesan  angkuh akan cocok  dengan Macron. “Jelas hari ini bahwa eksekutif tidak dapat menanggung situasi di mana pegawai publiknya memiliki pandangan tentang hal-hal yang berbeda dari pandangan politik yang disatukan oleh Elysee,”  kata Jenderal Vincent Desportes, mantan kepala sekolah militer utama Prancis, mengatakan kepada Reuters.

Baca juga:

Pemerintah  dan Bank Terbesar Perancis Dituduh Terlibat Genosida Rwanda 1994