Sejumlah foto beredar yang menunjukkan helikopter AH-64E Apache yang dibeli Indonesia. Butuh waktu setidaknya 5 tahun untuk melihat helikopter tempur dengan bendera merah putih ini terbang.
Helikopter untuk Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad) ini dikabarkan baru akan dikirim akhir tahun 2017 ini, dan sekarang sedang melakukan pengujian. Apache TNI AD melakukan uji terbang di salah satu fasilitas produksi Boeing di Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika Serikat baru pada 2015 secara resmi memberikan kontrak kepada Boeing untuk membangun delapan helikopter serang AH-64E Apache untuk Indonesia.
Sebagaimana dilaporkan Flightglobal 27 Januari 22015, Departemen Pertahanan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan the “firm-fixed-price” foreign military sales (FMS) kontrak senilai US$296 juta Amerika. Helikopter akan dibangun di Mesa, Arizona, dan diharapkan akan selesai pada Februari 2018.

Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel kala itu mengumumkan penjualan delapan Apache ke Indonesia pada bulan Agustus 2013. Pengumuman itu datang hampir satu tahun setelah pemberitahuan kepada Kongres tahun sebelumnya dari FMS penjualan yang diusulkan.
Pembelian yang dilakukan pada era pemerintahan Presiden SBY ini saat itu senilai 1,4 miliar dan termasuk penjualan empat radar APG-78, paket persenjataan termasuk 120 rudal Lockheed Martin AGM-114 Hellfire, ditambah dukungan pelatihan dan awak.
Angkatan Darat Amerika Serikat sendiri sudah tidak akan lagi membeli versi masa depan dari helikopter Apache. Menurut laporan Flightglobal US Army akan mencurahkan dana untuk mengembangkan versi bersenjata dari program Future Vertical Lift (FVL), misi untuk membuat helikopter baru yang akan terbang pada tahun 2030.

AH-64 Apache memasuki layanan pada tahun 1984 dan menjadi helikopter tempur pertama yang dibangun untuk Angkatan Darat AS. Apache kemudian menjadi helikopter serang paling terkenal di dunia.
Apache memelopori teknologi canggih termasuk sistem akuisisi target TADS, thermal imaging night vision, helm mengendalikan meriam 30 milimeter, dan rudal dipandu laser Hellfire.
Apache dirancang sebagai pembunuh tank untuk medan perang Eropa Barat dan mampu membawa hingga enam belas rudal Hellfire. Cukup dua Apache maka bisa menghancurkan satu batalion Soviet dengan 30 tank.
Tetapi Apache membuktikan kemampuannya tidak melawan Soviet tetapi di tempat lain. Helikopter ini terjun dalam pertempuran invasi Panama tahun 1989 dan Perang Teluk Persia 1991.
Apache juga menjadi andalan pasukan AS di Irak dan Afghanistan, serta pasukan Israel di Lebanon dan Jalur Gaza, dan dengan pasukan Inggris di Afghanistan, Irak, dan Libya. Arab Saudi juga sedang menggunakan AH-64 Apache untuk pertempuran melawan Houthi di Yaman. Apache adalah dalam pelayanan dengan 12 negara.
Sebagaimana ditulis Popular Mechanics Kamis 6 Oktober 2016, versi terbaru dari Apache, yakni model-E Guardian, memiliki fitur mesin uprated, datalink taktis untuk berbagi informasi dengan pasukan teman, transmisi ditingkatkan, dan kemampuan untuk mengendalikan kendaraan udara tak berawak dari kokpit. Kemungkinan AH-64E yang dibeli Indonesia belum standar Guardian karena sejauh ini baru Amerika yang menggunakan kelas ini.
Angkatan Darat Amerika pun hanya membeli beberapa AH-64E Guardian baru dan memilih mengupgrade helikopter lama untuk ditingkatkan ke standar Guardian.
Setelah lebih dari 30 tahun dalam layanan, Apache telah banyak terbang lebih lama dari yang diduga. US Army akhirnya bertekad menggantinya dengan program FVL. Pesawat menengah akan menggantikan UH-60 Blackhawk dan AH-64 Apache.
Produsen Apache, Boeing memang berencana untuk membangun Model-F, dengan atau tanpa pembelian dari Angkatan Darat AS. Hanya saja dalam satu dekade terakhir tidak banyak penjualan Apache ke luar negeri.
Apache memang masih akan lama terbang, tetapi apa yang dilakukan US Army dengan memilih membangun helikopter baru bisa jadi menjadi awal dari berakhirnya sebuah kisah tentang Apache yang begitu sukses.