Nasib Rusia mulai berubah pada 2016 ketika Barat terperosok dalam krisis ekonomi dan pergolakan politik. Dari Brexit sampai pemilihan presiden kontroversial Amerika Serikat, dan gangguan di barat telah memberikan Rusia kesempatan untuk mendapatkan kembali beberapa pengaruh yang hilang di bekas lingkup Soviet.
Dalam beberapa bulan terakhir, Moskow telah menandatangani kesepakatan kerja sama militer baru dengan Belarus, Armenia, Kazakhstan dan Tajikistan.
Namun demikian, kemajuan ini belum diterjemahkan ke dalam kemajuan blok secara keseluruhan. Hal ini terlihat dalam penundaan berulang pemilihan kepala CSTO baru, yang terutama disebabkan oleh kurangnya kuorum yang diperlukan untuk memilih pada calon. Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev gagal untuk menghadiri pertemuan puncak Oktober 2016 CSTO, sementara delegasi Belarusia tidak hadir pada pertemuan puncak blok itu pada Desember 2016 itu.
Ketidakhadiran mereka mungkin tidak kebetulan. Menurut beberapa laporan, Rusia mendukujng Armenia untuk memimpin blok ini. Langkah tersebut menegaskan dukungan Moskow untuk Yerevan setelah Kremlin mengadopsi posisi netralitas April lalu dalam konflik terbaru Armenia dengan Azerbaijan atas wilayah separatis Nagorno-Karabakh.
Karena Kazakhstan dan Belarus mempertahankan ikatan yang kuat ke Azerbaijan, ada spekulasi bahwa negara itu tidak bersedia menerima calon Armenia sebagai sekretaris jenderal CSTO berikutnya.
Beberapa bulan mendatang tidak akan mudah bagi blok tersebut karena mencari solusi untuk mengisi lowongan kepemimpinan dan isu-isu yang memecah belah seperti status Nagorno-Karabakh. CSTO tidak pernah menjadi koalisi sangat kohesif dan sengketa Sekjen blok berikutnya dapat merusak persatuan lebih jauh.
Ini bukan berarti mengatakan bahwa CSTO ditakdirkan untuk menjadi tidak relevan atau langsung runtuh. Rusia bisa memilih untuk menyelesaikan masalah suksesi Bordyuzha dengan mencalonkan tokoh yang kurang kontroversial, seperti calon etnis Rusia yang lain.
Moskow juga dapat mendukung integrasi yang lebih besar antara sistem senjata CSTO dan inisiatif pertahanan rudal saat blok terus terlibat dalam militer dan upaya bersama kontraterorisme.
Namun demikian, CSTO akan sulit untuk menjadi aliansi militer setara dengan NATO. Sebaliknya blok akan berfungsi sebagai platform untuk kerja sama pertahanan yang terbatas. Moskow sepertinya akan fokus menggunakan hubungan bilateral daripada infrastruktur CSTO untuk meningkatkan kekuasaan atas tetangga Eurasia-nya menjadikan blok ini akan semakin sulit berkembang.