Swedia Pusing, Tahun 70-an Korut Beli 1.000 Volvo dan Belum Bayar Sepeserpun

Swedia Pusing, Tahun 70-an Korut Beli 1.000 Volvo dan Belum Bayar Sepeserpun

Korea Utara, negara paling terpencil  ini harus terhuyung-huyung untuk  menyelesaikan hutangnya ke Finlandia sebesar 26 juta euro.  Belum upaya itu beres, Swedia juga berniat menagih utang lama yang jumlahnya  sangat besar.

Utang ini berawal ketika pada tahun 1974, Korea Utara memesan 1.000 sedan Volvo 144 bersama sejumlah produk Swedia lainnya. Sejak saat itu, Swedia belum menerima sepeser pun uang.  Jika dihitung dengan bunga dan sebagainya nilai utang tersebut kini telah mencapai US$ 310 juta.

Mobil Volvo, yang sekarang berusia di atas 40 tahun, sebagian besar masih wira-wiri di Korea Utara. Jumlah ini juga menjadi  klaim terbesar Swedia terhadap satu negara.

Ketua Komisi Kredit Ekspor Swedia, Carina Kampe mengatakan kepada penyiar SVT Swedia mengatakan kesepakatan yang paling banyak dibahas adalah mobil Volvo, sedangkan eksportir lainnya adalah Atlas Copco, Asea, Kockums, Alfa Laval dan beberapa perusahaan kecil, “Carina Kampe”, klaim tersebut awalnya berjumlah US$ 67 juta  dan dari sejumlah perusahaan.

Ketika Perang Korea berakhir pada tahun 1953, perusahaan-perusahaan Swedia berharap mendapatkan  uang  di Korea Utara, yang memiliki kontak diplomatik yang baik. Pada bulan April 1973, Swedia menjadi negara Barat pertama yang mengakui Republik Demokratik Rakyat Korea Utara.

Selanjutnya, barang dipesan dan dikirimkan, namun tidak ada pembayaran. Selain mobil Volvo, pemimpin Korea Utara Kim Il-sung juga membeli peralatan kapal dari Asea dan mesin pertambangan dari Atlas Copco.

Perusahaan Swedia yang tidak pernah mendapat bayaran memaksa pemerintah Swedia untuk bertindak, yang akhirnya menyebabkan kedutaan besar Swedia di Pyongyang didirikan dan menjadi Kedubes negara barat pertama yang ada di negara itu. Tetapi hal itu tidak membantu sementara tagihan terus menumpuk.

“Komite Kredit Ekspor telah membuat kesepakatan dengan Korea Utara, di mana utang tersebut ditetapkan. Dua kali setahun, panitia memberitahukan pembayaran berdasarkan kesepakatan. Sebagian besar, kami tidak mendapat tanggapan,” kata Carina Kampe kepada SVT Kamis 4 Mei 2017.

Pak Yun Sik, kepala departemen luar negeri Kementerian Luar Negeri Korea Utara Utara, mengakui utang tersebut dalam sebuah wawancara dengan koresponden SVT Susan Ritz dan dia mengatakan pihak berwenang sedang mengkajinya.

Pak Yun Sik menjelaskan bahwa sekian lama Korut dalam kondisi sulit   dengan ekonomi tidak tumbuh seperti yang diharapkan.  Korea Utara mengalami kelaparan pada tahun 1990an dan  Pak Yun Sik meyakinkan bahwa situasinya jauh lebih baik sekarang. Itulah  sebabnya negaranya terbuka untuk kerja sama lebih lanjut dengan Swedia.

“Saya pikir jika kita memiliki kerjasama yang lebih erat di bidang ekonomi dan budaya, maka kita akan bisa menyelesaikan masalah di masa depan,” kata Pak Yun Sik kepada SVT.