Indeks Industri Pertahanan Indonesia di Atas Jepang

Indeks Industri Pertahanan Indonesia di Atas Jepang

Peringkat industri pertahanan Indonesia jika dilihat dari  Indeks Global Militer berada di jajaran 100. Menurut Global Militarization Index (GMI) 2016 peringkat militer Indonesia menempati  posisi 90.

Laporan ini menganalisa kekuatan militer 152 negara di tahun 2016. Anggaran belanja militer suatu negara merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kekuatan militer dan skala pertahanan suatu negara

Metodologi GMI itu memperhitungkan sejumlah faktor untuk mengukur level militer suatu negara, diantaranya membandingkan anggaran militer terhadap produk domestik brutto, belanja militer terhadap anggaran kesehatan, rasio sistem sistem persenjataan utama dan jumlah personel tentara terhadap populasi penduduk.

GMI menggunakan  data yang dilansir Stockholm Peace Research Institute, lembaga moneter internasional (IMF), lembaga kesehatan dunia (WHO), International Institute for Strategic Studies dan Bonn International Center for Conversion (BICC) sebagai basis penyusunan indeks.

Peringkat Indonesia di daftar GMI yang dilansir BICC ini di bawah satu tingkat dari China yang berada di urutan 90. Peringkat GMI Indonesia lebih tinggi dari Filipina (105) dan Jepang (102).

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 memperoleh anggaran senilai Rp 108 triliun. Pemerintah dan DPR menyepakati anggaran pertahanan nasional sebesar 1,5% dari produk domestik brutto (PDB).

TNI berencana membeli alat-alat senjata baru dan mengganti sistem persenjataan yang tua. Industri pertanahanan nasional mengacu pada UU Nomor 16/2009 tentang Industri Pertahanan, yang di antaranya mengharuskan pelibatan industri pertahanan dalam negeri apabila sistem persenjataan yang dibeli itu belum bisa diproduksi di Indonesia.

Konflik di suatu kawasan membuat belanja militer negara-negara di suatu kawasan meningkatkan belanja militer.   Ketegangan di Laut China Selatan menggugah negara-negara di kawasan ini, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kekuatan militernya. Namun, Max M. Mutschler, peneliti senior BICC menegaskan ketegangan di Laut China Selatan tidak banyak berpengaruh terhadap anggaran belanja militer negara di kawasan ini.

“Tidak terlalu signifikan dengan peningkatan militer negara di kawasan Laut China Selatan. Itu terlihat dari skor GMI China, Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Jepang yang cukup konstan dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, hal itu bisa berubah di masa mendatang untuk memodernisasi angkatan laut mereka,” ucap Mutschler seperti dilansir dalam laporan BICC yang dikutip SWAonline pada Senin,  23 Januari  2017.

Adapun, konflik antara Korea Selatan dengan Korea Utara, memicu Korea Selatan meningkatkan belanja militernya. Korea Selatan berada di posisi kedua setelah Israel yang menempati posisi pertama indek GMI di kawasan Asia  Di peringkat 10 besar GMI global, Israel menempati posisi pertama dengan skor GMI 892,9 poin, diikuti Singapura, Armnenia, Yordania, Rusia, Korea Selatan, Siprus, Yunani, Azerbaijan, dan Brunei Darussalam.

Belanja militer Ukraina meningkat signifikan pasca Rusia menganeksasi Krimea. Peristiwa itu membuat hubungan diplomatik antara Ukrania dengan Rusia semakin tidak harmonis. Kedua belah pihak memperkuat persenjataanya. Belanja militer Rusia pada 2015 menjadi US$ 4,4 miliar dari US$ 3,3 miliar di 2014.

Indonesia tak mau kalah unjuk gigi meningkatkan kemampuan militernya. Industri pertahanan nasional terus ditingkatkan dengan memproduksi alat-alat militer buatan dalam negeri.