Rusia menyatakan pertempuran Aleppo telah selesai setelah pasukan Suriah yang didukung Rusia dan Iran merebut kota itu dari pemberontak. Sementara Amerika Serikat menggambarkan kekerasan yang terjadi di kota itu sebagai ‘kejahatan modern’ di mana Rusia dan Suriah harus bertanggungjawab.
“Selama satu jam terakhir kami telah menerima informasi bahwa kegiatan militer di Aleppo timur telah berhenti, pertempuran telah berhenti,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB Rabu 14 Desember 2016.
Pasukan Suriah, lanjut Churkin juga masih memberi kesempatan pemberontak untuk menyerah dan meninggalkan Aleppo bersama warga yang ingin keluar dari kota tersebut.
Sebelumnya, dalam laporannya PBB mengatakan tentara Suriah telah menembak mati 82 warga sipil setelah merebut kembali Aleppo.
Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon, dalam pengarahannya kepada Dewan Keamanan meminta pemerintah Suriah, Rusia dan Iran untuk segera mengizinkan warga sipil meninggalkan Aleppo.
“Ada peringatan dini yang diberikan kepada dewan ini mengenai situasi di Aleppo,” kata Ban. “Kami telah secara kolektif gagal melindungi rakyat Suriah. Sejarah tidak akan memaafkan kita.”
Churkin mengatakan kepada wartawan bahwa personil militer Rusia tidak melihat pelanggaran hukum kemanusiaan internasional. Tentara Suriah telah membantah melakukan pembunuhan atau penyiksaan kepada mereka yang ditangkap.
Namun Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Samantha Power, mengatakan pemerintah Suriah, Rusia dan Iran akan bertanggung jawab terhadap kekejaman yang dilakukan di Aleppo.
“Dengan menolak PBB/ICRC (Komite Internasional Palang Merah) melakukan upaya evakuasi, Anda memberi sinyal kepada mereka yang membantai orang tak berdosa untuk terus melakukan apa yang mereka lakukan,” kata Power.
“Aleppo akan bergabung dengan barisan peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia yang mendefinisikan kejahatan modern, yang menodai hati nurani kita. Halabja, Rwanda, Srebrenica dan sekarang Aleppo,” katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Sebuah tindakan keras oleh Assad terhadap demonstran pro-demokrasi pada 2011 menyebabkan perang sipil dan militan ISIS menggunakan kekacauan untuk merebut wilayah di Suriah dan Irak. Setengah dari 22 juta orang Suriah telah jadi korban dan lebih dari 400.000 tewas.
Mediator Suriah di PBB Staffan de Mistura mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan bahwa PBB ingin wakilnya diizinkan untuk berada di sana ketika warga sipil dievakuasi dan pejuang oposisi mundur.
De Mistura mengatakan ada sekitar 50.000 warga sipil masih di wilayah yang dikuasai pemberontak Aleppo, bersama dengan 1.500 pejuang oposisi yang sekitar 30 persen adalah kelompok Nusra Front.