Departemen Pertahanan Jepang tengah berjuang keras untuk meningkatkan anggaran militer mereka untuk tahun fiskal yang akan datang. Negara ini harus membayar pengadaan jet tempur siluman, drone dan kapal selam hi-tech. Alasannya jelas, untuk mengimbangi gerakan China yang kian agresif.
Departemen Pertahanan pada Jumat 29 Agustus 2014 telah meminta kenaikan 3,5 persen menjadi 5,05 triliun yen (US $48, 7 miliar) untuk tahun yang dimulai April mendatang. Jika disetujui, maka peningkatan ketiga berturut-turut akan lebih dari membalikkan pemotongan yang dilakukan pada Desember 2012. Jika anggaran ini disetujui maka inilah anggaran pertahanan tertinggi dalam sejarah Jepang.
Perdana Menteri Shinzo Abe diprotes banyak negara terutama China yang menyebut Abe menghidupkan kembali militerisme Jepang. Tetapi Jepang, memang wajar waspada mengingat anggaran militer Beijing telah melonjak empat kali lipat selama dekade terakhir menjadi 808 miliar yuan ($ 132 miliar), hampir tiga kali lipat Jepang.

Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan China-Jepang juga meningkat terkait konflik teritori sejumlah pulau di Laut Cina Timur. Kapal patroli dan pesawat militer dari kedua negara sekarang secara rutin bayangan satu sama lain di daerah.
Dalam upaya untuk melindungi pulau-pulau terpencil, Kementerian Pertahanan Jepang ingin membeli enam F-35 pesawat tempur siluman dari Lockheed Martin Corp serta 20 P-1 pesawat patroli dari Kawasaki Heavy Industries Ltd. Pemerintah juga memunculkan pembelian masal melalui proyek multi-tahun untuk pengadaan SUBS, Drone, Destroyer.
Jepang juga akan upgrade kapal selam kelas Soryu dengan menanamkan sejumlah teknologi baru, Daftar belanja Jepang juga termasuk pesawat pengintai tak berawak dan helikopter. Selama ini Jepang tertarik untuk bisa mengakuisii V-22 Osprey.
Selain senjata mutakhir, permintaan anggaran didorong oleh rencana penggantian pesawat pemerintah yang sudah tua dengan dua Boeing 777-300ER.
“Kami akan memperkuat sistem kami membela seluruh negara kita terus-menerus dan secara berlapis-lapis terhadap serangan rudal balistik,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Sumber: Reuter