Jalur Ruwet Iran di Suriah dan Irak

Jalur Ruwet Iran di Suriah dan Irak

Iran memiliki lebih dari 2.500 tentara di Suriah. Sampai saat ini hampir semua berasal dari Garda Pengawal Revolusi dan kebanyakan dari mereka perwira dan bintara karir dari unit-unit tempur yang dikirim ke Suriah selama beberapa bulan untuk mendapatkan beberapa pengalaman tempur dengan bekerja dengan pemerintah, Hizbullah dan unit milisi.

Tapi sekarang banyak personel dari IRGC mulai diganti dengan pasukan tentara reguler. Sejauh ini dilaporkan lebih dari 240 tentara Iran meninggal di Suriah. Tahun ini sebagian besar personel yang mati adala prajurit. Iran juga telah membeli properti di daerah yang dikuasai pemerintah (terutama Damaskus) dan mendirikan bangunan baru yang menunjukkan Teheran yakin bahwa Syiah dan Iran akan disambut di Suriah untuk beberapa waktu ke depan. Tetapi itu hanya akan terjadi jika Assad tetap berkuasa dn di bawah kontrol mereka.

Meskipun pada pertengahan Maret Rusia mulai menarik pasukan dari Suriah tetapi beberapa hari kemudin jelas bahwa Moskow hanya menarik sejumlah kecil kekuatannya. Pasukan  yang ditarik juga bisa dikirim kembali dengan cepat ke Suriah jika diperlukan.

Rusia bagaimanapun akan mempertahankan kontrol dari fasilitas pelabuhan di pantai Suriah dan pangkalan udara di dekatnya. Para pemimpin Iran mengakui mereka senang Rusia meninggalkan banyak kekuatan mereka tetapi Iran percaya selalu ada kemungkinan bahwa Rusia akan berpihak dengan Israel jika Iran membuat ancaman serius bagi Israel.

Pengumuman penarikan pasukan oleh Rusia juga diyakini sebagai upaya Rusia untuk mendorong pemerintah Assad mengikuti upaya kesepakatan damai yang disponsori PBB. Ini mungkin termasuk pemecahan Suriah menjadi negara Kurdi di timur laut. Wacana yang ditentang Assad dan Iran. Turki juga menentang mengingat Kurdi ada dalam daftar teroris bagi Turki.

Dengan negara di bawah Assad (non-Kurdi, non-Sunni) di barat dari Damaskus ke utara hingga Aleppo dan barat ke pantai  serta negara Sunni dengan sisanya  merupakan sebagian besar wilayah dan penduduk Suriah akan menjadikan  negara Sunni terjebak dengan sebagian besar kelompok garis kersa Islam, yang sebagian besar telah menjauhkan dari wilayah Kurdi dan non-Sunni.

Semua orang tampaknya akan bekerja sama untuk menumpas kelompok keras terutama al Qaeda dan ISIS. Partisi saat ini dipandang sebagai pilihan yang paling terburuk. Iran juga mencurigai bahwa Rusia akan bersedia untuk mendukung penghapusan Assad dari kursi kekuasaan jika itu dianggap akan membawa perdamaian ke Suriah. Untuk saat ini Iran tidak akan membiarkan Assad untuk dihapus dalam kondisi apapun.

Di timur jauh, meskipun Iran berjanji akan bekerjsama dengan Amerika dan koalisnya untuk merebut Mosul dari ISIS, Negara Arab Sunni takut bahwa Irak dalam perjalanan untuk menjadi bawahan Iran. Karena bantuan Iran efektif dalam menangani ISIS pemerintah Irak telah kurang bergantung pada dukungan Amerika dan NATO.

Sementara itu Iran mendukung perilaku semakin agresif dan otonom dari milisi Syiah Irak yang didukung Iran dan membantu tentara Irak. Milisi Syiah juga mengambil kendali wilayah di daerah perkotaan dan pedesaan, menggusur polisi dan pemerintah daerah.

Pada akhir 2015 ada beberapa ribu pasukan Amerika sudah di Irak dan lebih banyak lagi sedang dalam perjalanan menuju tempat itu. Sekarang ada hampir 5.000 (termasuk kontraktor yang veteran militer). Pemerintah telah menegaskan kepada Iran (yang sangat memusuhi pasukan AS di Irak) bahwa kehadiran tentara Amerika adalah penting. Kehadiran pasukan Amerika juga membuat kecil kemungkinan Iran akan mencoba sesuatu yang terlalu ambisius seperti menyerang atau mendukung pengambilalihan oleh milisi Syiah.

Tetapi para pemimpin Irak juga tahu bahwa pasukan Amerika datang dan pergi sementara pasukan Iran selalu ada di sebelahnya. Kebanyakan orang Irak lebih peduli dengan campur tangan Iran dari pada Amerika. Pada saat yang sama Irak juga mewaspadai Teluk Arab lainnya, terutama Arab Saudi. Para politisi Syiah Irak bergerak hati-hati karena Iran, Arab Saudi dan Amerika selalu saling bertentangan.

Masalah Azerbaijan

Rusia dan Iran bergegas untuk mengakhiri hampir seminggu pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan. Kedua negara ini dulunya bagian dari Uni Soviet. Pasukan dari kedua negara mulai menembaki satu sama lain pada 2 April dan gencatan senjata dirundingkan dan dilaksanakan pada tanggal 5 April. Tapi sekarang kesepakatan berada dalam bahaya karena beberapa tembakan telah kembali terjadi.

Sudah hampir seratus tewas dan lebih dari dua kalinya terluka dalam perang singkat tersebut. Rusia menganggap dirinya “pelindung” Armenia, tetapi juga berhasil menjaga hubungan baik dengan Azerbaijan. Untuk melakukan hal itu Rusia mendirikan salah satu operasi penjaga perdamaian yang paling sukses sejak Perang Dingin berakhir pada tahun 1991.