Laut China Selatan kembali memanas setelah Washington kapal induk USS John Stennis ke kawasan tersebut. Bersama dua kapal perusak dan dua kapal penjelajah dari Armada ke-7 AS mereka berputar-putar di Laut China Selatan. Pentagon menyebut ini sebagai tanggapan atas China yang dinilai semakin aktif memperkuat militer mereka di sejumlah pulau sengketa di kawasan tersebut. Terakhir China mengirimkan sistem pertahanan udara dan sejumlah jet tempur/
Tidak butuh waktu lama bagi China untuk menyerang Amerika dengan kata-kata. Ketika kabar kehadiran kapal induk AS datang pada Kamis 3 Maret 2016, sehari setelah Fu Ying, juru bicara Kongres Rakyat Nasional (badan legislatif China) menyebut Amerika tengah melakukan unjuk kekuatan. Dia juga menyatakan bahwa sebenarnya Amerika yang melakukan militerisasi di Laut China Selatan, bukan China. Sementara Washington bukan pihak yang terlibat dalam sengketa wilayah.
Tetapi sebenarnya apa yang terjadi bukan hanya sebatas sengketa pulau. Tetapi persaingan dua kekuatan besar untuk mendominasi dunia. China tengah berjuang untuk membangun kekuatan untuk menjadi pemimpin global, atau setidaknya di tingkat regional terlebih dahulu. Sementara Washington harus diakui sebagai kekuatan hegemonik dunia yang tidak ingin posisinya ada yang mengusik.
Ada yang menarik dari pernyataan Fu ketika menanggapi tindakan Amerika yang tidak begitu disorot media. Pada saat konferensi pers Fu Ying justru menyinggung hubungan antara Beijing dan Moskow dengan menekankan bahwa hubungan China-Rusia pada situasi terbaik dalam sejarah. Kedua negara telah bergerak untuk membangun pada sejumlah kepentingan bersama. Beijing dan Moskow, menurutnya, tidak memiliki perselisihan serius, “tidak menekan satu sama lain dapat sepenuhnya berkonsentrasi pada membahas kerjasama, serta pertukaran ide.”