
Boeing disebut sangat cemas bahkan fustrasi karena lamanya pemerintah Amerika memberi persetujuan penjualan pesawat F/A-18E/F Super Hornet kepada Kuwait. Padahal mereka membutuhkan kepastian segera mengingat semakin dekatnya batas produksi akhir pesawat.
Kuwait tengah mencari 28 Boeing F / A-18E / F super Hornets dengan pilihan untuk 12 tambahan. Tetapi proses persetujuan dari Washington lamban dan baru-baru ini semakin rumit setelah ada kesepakatan nuklir Iran. Eksekutif perusahaan khawatir Kuwait bisa kembali keluar dari pembicaraan dan beralih ke Eurofighter Typhoon.
Berbicara di Dubai Air Show, Eksekutif bagian penjualan Boeing dan pengembangan bisnis Tom Bell dan Jeff Kohler mengatakan perusahaan frustrasi dengan proses persetujuan yang lamban. Namun dia tidak secara khusus menyebut Kuwait secara dan hanya mengatakan calon “pelanggan Timur Tengah”.
Kuwait dilaporkan memilih Super Hornet awal tahun ini, sebelum menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Italia untuk 28 Typhoon.
“Kami hanya khawatir bahwa penundaan dapat menyebabkan mereka untuk beralih ke operator lain di luar Amerika Serikat,” kata Kohler. “Setelah mereka menandatangani kontrak dengan Eurofighter, maka Anda kehilangan mereka selama 30 atau 40 tahun. Ada sedikit kecemasan,” sebagaimana dikutip Flightglobal Selasa 10 November 2015.
Kuwait mengoperasikan 27 F-18C Hornet yang diperoleh pada 1990-an setelah Perang Teluk pertama, sehingga tidak akan sulit untuk beralih ke Super Hornet. Sementara Boeing perlu untuk mendapatkan kesepakatan guna menopang garis produksi di St Louis, Missouri, yang menghadapi penutupan jika tidak ada pemesanan yang lebih besar.
Angkatan Laut AS terus membeli pesawat ini, tapi Boeing membutuhkan pesanan 12 pesawat dari Angkatan Laut pada tahun 2016 dan dari pelanggan Timur Tengah untuk menjaga garis ekonomi.