Secara historis, China telah menjadi inovator besar yang memberi kontribusi penemuan seperti mesiu, kertas dan kompas guna kemajuan manusia. Namun, China telah mendapatkan reputasi internasional dalam beberapa dekade terakhir sebagai rumah peniru yang produktif.
China telah menjadi mahir dengan produk kloning mulai dari tas, smartphone, film dan minuman beralkohol. Toko-toko Apple palsu, restoran KFC palsu dan outlet IKEA imitasi tersebar di China. Mereka bahkan telah membangun replika seluruh kota-kota Eropa.
Beberapa pengamat Barat percaya sikap budaya ini terhadap imitasi berakar pada Konfusianisme mana pengikut tradisional belajar dengan mereplikasi masterworks dan kemudian mencoba untuk memperbaiki mereka.
Tradisi meniru juga merambah ke dunia teknologi perang. Dari pesawat, tank hingga drone dan sistem rudal China sulit untuk mengelak bahwa mereka meniru produk negara lain.
Amerika Serikat berkali-kali menyatakan keprihatinannya karena hacker China membobol data penting mereka termasuk data senjata. Meski China membantah tetapi kemudiah lahir pesawat-pesawat yang mirip dengan milik Amerika. J-20 mirip dengan F-22, J-35 jelas secara desain mirip dengan F-35. Sementara senjata rahasia lain seperti drone pun juga ditiru.
Rusia pun pernah sakit hati ketika Su-27 yang dibeli China kemudian dibongkar dan ditiru oleh China. Akhirnya sejumlah jet tempur negara inipun juga jelas menjadi analog pesawat Rusia.
Dan yang makin membuat Rusia jengkel adalah China kemudian mengekpor senjata tiruan tersebut ke negara-negara yang secara tradisional merupakan pasar bagi Moskow. Apa benar-benar tidak “sakitnya tuh di sini”
Tetapi meniru jelas memiliki kelemahan. “Saya pikir masalah besar dengan semua senjata China – termasuk salinan peralatan Barat – adalah bahwa mereka tetap belum teruji dalam pertempuran,” kata Eric Wertheim penulis di US Naval Institute of the World dan analis angkatan laut.
Contoh-contoh ini menggambarkan sejauh mana militer China telah mengandalkan senjata kloning dari negara-negara lain: