Pesawat militer dan komersial Filipina mengabaikan ancaman China dan akan tetap terbang di atas kawasan sengketa Laut China Selatan.
Presiden Filipina Benigno Aquino pada Senin 25 Mei 2015 mengatakan akan menggunakan jalur penerbangan sesuai hukum internasional. “Kami akan tetap menggunakan jalur penerbangan sesuai dengan hukum internasional dari berbagai konvensi, yang kami sepakati,” kata Aquino kepada sejumlah wartawan saat ditanya sikap Filipina terkait ancaman China.
Aquino juga mengungkapkan bahwa negaranya tengah merundingkan sengketa wilayah tersebut dengan Amerika Serikat yang merupakan sekutu terdekat. Namun demikian, tidak tidak menjelaskan lebih jauh mengenai perundingan tersebut.
Pada pekan lalu, militer China meminta pesawat mata-mata P-8 Poseidon milik Amerika Serikat keluar dari wilayah udara yang kepemilikannya masih disengketakan, yaitu kepulauan Spratly, Laut China Selatan.
Kementerian luar negeri China kemudian menegaskan bahwa mereka mempunyai hak kedaulatan di perairan tersebut, termasuk kekayaan laut dan juga udara di atasnya.
Beijing mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, bahkan di tempat sangat dekat dengan garis pantai Filipina dan sejumlah negara lain di Asia Tenggara.
Baru-baru ini, China melakukan sejumlah tindakan yang dinilai mengkhawatirkan bagi negara-negara yang turut bersengketa.
Salah satunya adalah reklamasi besar-besaran di kepulauan Spratly terletak di antara Filipina dan Vietnam untuk mengubah wilayah terumbu karang menjadi pulau.
Pulau buatan itu direncanakan digunakan sebagai ladasan pesawat udara dan juga pembangunan fasilitas militer lainnya.
Mengenai peringatan China untuk tidak terbang di wilayah sengketa, Aquino mengatakan bahwa Filipina tidak akan menyerahkan wilayahnya kepada Beijing meski dia mengakui bahwa kekuatan militer kedua negara tidak berimbang. “Kami akan mempertahankan hak kami di zona ekonomi eksklusif,” kata dia.
Selain Filipina, negara lain yang bersengketa dengan China adalah Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darusalam. Semua negara tersebut, kecuali Brunei, mempunyai sarana militer di kepulauan Spratly.