
Pemimpin Eropa baru-baru ini menyerukan untuk dilakukan pembentukan pasukan Eropa, terutama untuk keuatan angkatan udara. Nantinya kekuatan gabungan ini bisa digunakan untuk seluruh negara di kawasan tersebut. Usulan itu mencuat setelah tumbuh kekhawatiran atas ancaman yang muncul dari Rusia.
Lepas dari pro dan kontra, usulan Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker menarik untuk dibahas. Bahwa alasan jika sendiri-sendiri maka anggaran pertahanan menjadi sangat tidak signifikan untuk membangun kekuatan. Berbeda dengan jika seluruh dan digabung, maka akan terbentuk kekuatan besar untuk membangun kekuatan baru. Belum lagi dengan sumber daya yang ada.
Uni Eropa terdiri dari 28 negara dengan jumlah penduduk sekitar 510 juta penduduk dan luas wilayah 4.422.773 km². Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki sekitar 320 juta orang lebih 9.857.306 km², sementara Rusia memiliki populasi 145 juta lebih dengan luas wilayah 17.098.242 km². Walaupun ada perbedaan populasi dan daratan, Uni Eropa, Rusia, dan Amerika Serikat mewakili tiga blok kekuatan yang mirip dalam hal status dan kebutuhan pertahanan teritorial.
Dalam hal anggaran pertahanan yang dialokasikan untuk angkatan udara, Uni Eropa penyumbang terbesar saat ini Inggris, yang pada tahun 2015 mengalokasikan 16.8 miliar Dollar AS untuk Royal Air Force (menurut data IHS Jane). Masih jauh di bawah Amerika yang menerima 154.1 miliar, sedangkan Angkatan Udara Rusia akan mendapatkan 11.3 miliar yang jika dikonversikan dengan nilai rubel yang melemah mungkin akan sebanding dengan 20 miliar.
Jika Uni Eropa menggabungkan belanja pertahanan, maka diperkirakan akan memiliki anggaran 69.3 miliar untuk belanja pada angkatan udara yang artinya akan lebih besar dibandingkan dengan Rusia meski masih jauh di bawah Amerika. Uni Eropa tidak memiliki komitmen global yang sama dan usaha sebagai mitra transatlantik jadi tidak akan memerlukan tingkat yang sama pengeluaran.
Menurut data IHS Jane Dunia Angkatan Udara negara-negara anggota Uni Eropa memiliki sekitar 1.370 jet tempur. Imbang dengan kekuatan Amerika yang memiliki 1.391 jet dan unggul dibanding Rusia yang memiliki 1.276 pesawat tempur.
Dalam hal jumlah, konsolidasi angkatan udara akan menempatkan Uni Eropa setara dengan baik Rusia dan Amerika Serikat.
Namun, tentu saja angka saja tidaklah cukup. Karena bagaimana spesifikasi pesawat juga harus dipertimbangkan. Sejumlah negara Eropa masih menggunakan jet-jet tua seperti MiG-29 ‘Fulcrum’. Jika kekuatan bergabung maka pesawat yang relatif tua ini harus mengimbangi gerak cepat pesawat tempur modern seperti Eurofighter Typhoon.
Tetapi jika kemudian ada dana besar maka penggantian pesawat tua akan memungkinkan. Karena akan ada sistem prioritas. Sejumlah negara yang bisa dikatakan aman karena memiliki tetangga baik semacam Austria dan Republik Ceko saat ini justru memiliki jet-jet tempur canggih. Di sisi lain sejumlah negara yang berdekatan dengan Eropa justru sebaliknya. Maka sistem prioritas bisa menggeser pesawat canggih di negara damai ke negara yang sedang terancam.
Sebenarnya sadar atau tidak, cetak biru penggabungan kekuatan udara Eropa sudah mulai terbentuk. Belum lama ini Belgia, Luksemburg, dan Belanda sudah menjalin kesepakatan untuk bersama-sama mengawasi udara mereka. Dalam perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 4 Maret, akan menjadikan Angkatan Udara Belanda dan Belgia bergiliran menjaga udara dengan menyediakan dua F-16 dalam status waspada reaksi cepat mulai 2016. Dengan demikian, mereka akan menjadi negara pertama di dunia untuk masuk perjanjian timbal balik tersebut dan, tergantung pada hasil, mungkin juga membuka jalan bagi inisiatif Uni Eropa-lebar serupa di masa mendatang.
Untuk membentuk kekuatan seperti itu tentu banyak hal yang harus dilalui. Paling tidak ini akan menjadi prioritas nasional dan tanggung jawab negara Uni Eropa. Jika ada menjadi reccurrence dari krisis 1982 Falklands antara Inggris dan Argentina, misalnya, diragukan bahwa salah satu lainnya 27 negara anggota lain akan didera keraguan. Karena bagaimanapun mereka juga terlibat hubungan dengan Argenita.
Di satu sisi juga ada banyak perselisihan antar-Uni Eropa sendiri dalam hal teritorial, seperti antara Spanyol dan Inggris atas Gibraltar. Isu-isu tersebut dipastikan akan mengganjal rencana koalisi besar tersebut.
Sumber: IHS Jane
Comments are closed