38 Tahun AS Tetap Gagal Mengganti Bradley

38 Tahun AS Tetap Gagal Mengganti Bradley

 

M-2 Bratley
M-2 Bradley

Banyak pihak di Amerika menyadari sebenarnya ada masalah dengan kendaraan tempur Bradley yang digunakan Angkatan Darat AS. Kendaraan ini terlalu lemah untuk sebuah tank tempur, terlalu besar untuk melakukan gerakan tempur tetapi terlalu kecil untuk mengangkut personel. Pengembangan Bradley menjadi sangat rumit dalam sejarah program senjata dalam beberapa dekade terakhir.

Sejak lama Angkatan Darat ingin kendaraan ini diganti. Pada tahun 1977, Kongres ingin tahu apakah pengangkut personel lapis baja baru bisa bertahan melawan pasukan Soviet di Eropa. Pada saat itu, Angkatan Darat telah bekerja pada Bradley yang telah  berulang kali mengalami modifikasi.

“Angkatan Darat membutuhkan kendaraan infanteri  dengan desain yang lebih bisa diterima,” demikian kesimpulan penelitian Angkatan Darat, yang oleh Pentagon dibuka untuk public pada tahun 2003, dan baru-baru ini dirilis secara online di Angkatan Darat.

Ketika Bradley baru akan masuk layanan legislator sudah ingin rencana untuk desain yang lebih baik yang bisa siap dalam satu dekade tersebut.

Masalahnya adalah bahwa tank Soviet sangat mungkin mengubah Bradley menjadi peti mati. Jika Perang Dunia III pecah, AS bisa menghadapi binatang lapis baja Rusia dengan senjata utama besar, rudal jarak jauh dan baju besi tebal.

“Dalam kurun waktu 1987, Pakta Warsawa memilii 130 divisi dengan lebih dari 34.000 tank, dan sebagian besar adalah T-72,” Studi Angkatan Darat memperingatkan.

Bradley

” Pakta Warsawa akan menghancurkan sebagian besar tank lawan dengan senjata bore 120 milimeter atau lebih besar dan armor lebih canggih,” menunjukkan sebuah artikel CIA sekarang-diklasifikasikan, yang diterbitkan dua tahun kemudian.

Dengan ancaman ini, weaponeers Angkatan Darat mengusulkan kendaraan lapis baja infanteri menggunakan sasis yang sama dengan prototipe tank XM-1 Abrams, termasuk lambung berbentuk sama.

Menggunakan desain Amerika dan Eropa sebagai titik awal, para pejabat menyusun empat kemungkinan varian-dengan berbagai jenis senjata dan baju besi.

Dua versi yang diawaki menara-seperti Bradley-dengan meriam 25-milimeter dan flip-up, peluncur rudal anti-tank. Tapi satu memiliki baju besi sedikit lebih rendah dari yang lain. Model ketiga memiliki senjata yang sama, kecuali dipasang di menara remote control.

Untuk menangkal musuh infanteri, ketiganya memiliki peluncur granat 40-milimeter dipasang di bagian belakang.

Varian ini mirip dengan Marders Jerman, AMX-10 Prancis dan YPR-765 Belanda. Marders awal juga memiliki senapan mesin remote penembakan belakang-mount.

bradley-fighting-vehicle-08

Model keempat yang menampilkan sebuah senapan 75-milimeter eksperimental. Pentagon Defense Advanced Research Projects Agency sudah mengeksplorasi potensi senjata yang disebut “Super 75” sebagai proyek lain yang akhirnya memudar tanpa kejelasan.

Seperti Bradley, keempat model memiliki awak dari tiga sopir, penembak dan komandan-dan bisa mengangkut enam tentara lengkap langsung ke pertempuran. Jika musuh terlalu dekat, pasukan bisa menembak melalui port senjata yang dipasang di sepanjang lambung.

Yang paling penting, setiap desain akan menggunakan baju besi teknologi khusus. Dokumen tidak mendefinisikan istilah baju besi teknologi khusus ini.

Seluruh model menggunakan nama sama yakni Special Armor Infanteri Fighting Vehicle, atau SAIFV. Para pejabat militer memperkirakan bahwa denngan baju besi baru akan membuat SAIFV lebih survivable dibandingkan Bradley. Mereka juga yakin kendaraan ini bisa masuk layanan antara antara 1983- 1986.

Sayangnya, kendaraan direncanakan menjadi raksasa jika dibandingkan dengan APC yang telah ada. SAIFV hampir 40 ton lebih berat dari prototype Bradley bahkan lebih berat dibandingkan tank Abrams. Dan pastinya sangat mahal yakni diperkirakan seharga 1 juta dollar per bijinya atau lebih dari dua kali lipat dibandingkan Bradley.

Desainer menawarkan perpaduan menara Bradley dengan lambung, mesin dan suspensi Abrams.  Tapi layanan menolak SAIFV karena tidak sesuai dengan konsep mobilitas tinggi IFV. Angkatan Darat menyimpulkan bahwa desain yang tersedia memang lebih survivable tetapi tidak praktis. Namun, penelitian ini merekomendasikan bahwa tetap harus dicari alternatif untuk Bradley.

Ketika Perang Dingin berakhir-dan Soviet tidak lagi menjadi ancaman keinginan untuk membuat kendaraan  baja pun juga mulai berkurang. Tetapi dengan sikap agresif Rusia di Eropa Timur dan militer China berkembang pesat, Angkatan Darat sepertinya telah kembali menghidupkan kembali niat dalam hal kendaraan tempur lapis baja.

Namun, Pentagon membatalkan program terbaru untuk menggantikan Bradley pada bulan Februari 2014. Lagi-lagi SAIFV menghadapi masalah berat dan harga.Kendaraan ini terlalu berat dan terlalu mahal. “Apakah kita perlu infanteri tempur kendaraan baru? Ya,” kata Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ray Odierno. “Bisakah kita membeli kendaraan tempur infanteri baru sekarang? Tidak, “tambah Odierno.

Setahun sebelumnya, Kantor Anggaran Kongres memperkirakan desain akhir akan memiliki berat lebih dari 80 ton. Dengan biaya bisa mencapai  13,5 juta per unit atau 10 kali lipat Bradley.

“Apa yang saya harapkan adalah teknologi akan terus memungkinkan kita dalam tiga sampai empat tahun dari sekarang membangun infanteri tempur kendaraan baru yang benar-benar diperlukan,” kata Ordierno.

Tentara Amerika pun tetap masih harus naik Bradley. Sekarang, Angkatan Darat meng-upgrade kendaraan tersebut lagi sementara itu terus mencari pengganti yang tepat.

Sumber: War is Boring