Parlemen Turki akhirnya memberikan persetujuan kepada Swedia untuk menjadi anggota NATO. Ini membawa negara Nordik itu selangkah lebih dekat untuk bergabung dengan aliansi militer tersebut setelah tertunda selama berbulan-bulan.
Persetujuan parlemen diambil melalui pemungutan suara Selasa 23 Januari 2024 lalu. Dari 346 anggota parlemen yang memberikan suara, 287 mendukung aksesi Swedia dan 55 memilih menolaknya.Sementar empat lainnya abstain dalam pemungutan suara.
Pemungutan suara tersebut merupakan langkah kedua dalam proses ratifikasi Turki. Ini setelah Komisi Urusan Luar Negeri di parlemen menyetujui usulan tersebut pada bulan lalu. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sekarang dapat menandatangani protokol tersebut menjadi undang-undang.
Hasil yang dicapai ini membuka hambatan besar bagi masuknya negara Nordik tersebut ke dalam aliansi militer. Dan Hongaria kini ditetapkan menjadi satu-satunya negara anggota yang belum meratifikasi aksesi Swedia.
Namun Perdana Menteri Hongaria Victor Orban pada hari Rabu mengatakan kepada Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bahwa pemerintah Hongaria mendukung upaya Swedia untuk bergabung.
Orban di X menegaskan kembali pemerintah Hongaria mendukung keanggotaan NATO di Swedia.Sedangkan Stoltenberg juga memposting di X dengan mengatakan bahwa dia menyambut dukungan jelas Orban untuk permintaan keanggotaan Swedia.
Swedia dan Finlandia mengajukan keanggotaan NATO pada Mei 2022 setelah invasi Rusia ke Ukraina pada awal tahun itu. Finlandia bergabung dengan NATO pada April 2023 hingga menggandakan perbatasan aliansi tersebut dengan Rusia. Namun Swedia menghadapi banyak penundaan dalam perjalanannya untuk bergabung.
Erdogan awalnya keberatan dengan tawaran keanggotaan Swedia. Dia menuduh pejabat Swedia terlalu lunak terhadap kelompok militan, termasuk Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Sejak mengajukan permohonan, Swedia telah memperketat undang-undang anti-terornya dan setuju untuk bekerja lebih erat dengan Turki dalam masalah keamanan.
Persetujuan Erdogan terhadap tawaran aksesi Swedia juga didasarkan pada komitmen Amerika Serikat. Di mana presiden Turki mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menandatangani protokol tersebut menjadi undang-undang kecuali Amerika menyetujui penjualan jet tempur F-16 ke Turki.
Presiden Amerika Joe Biden dilaporkan langsung mengirim surat kepada para pemimpin komite utama Capitol Hill terkait F-16 untuk Ankara. Dalam suratnya Biden mendesak Kongres untuk menyetujui penjualan tersebut tanpa penundaan. Turki pada Oktober 2021 meminta pembelian pesawat tempur F-16 senilai US$20 miliar atau sekitar Rp316 triliun. Selain itu juga pembelian hampir 80 peralatan modernisasi untuk pesawat tempur yang sudah ada.
Keterlambatan Turki dalam menyetujui ratifikasi telah menjadi hambatan besar dalam memperoleh persetujuan kongres untuk kesepakatan jet tempur tersebut. Anggota parlemen mengatakan mereka sedang menunggu persetujuan Turki atas keanggotaan Swedia di NATO. Termasuk tanda tangan Presiden Tayyip Erdogan sebelum memutuskan apakah akan menyetujui penjualan tersebut.
Departemen Luar Negeri Amerika juga mendesak Ankara untuk secara resmi menyelesaikan ratifikasi NATO oleh Swedia. Untuk melakukan hal itu, Erdogan perlu menandatangani undang-undang tersebut. Yang kemudian akan dipublikasikan di Lembaran Negara Resmi Turki.
Pimpinan komite Hubungan Luar Negeri Senat dan Kongres meninjau setiap penjualan senjata asing dalam jumlah besar. Mereka secara teratur mengajukan pertanyaan atau menyampaikan kekhawatiran mengenai masalah hak asasi manusia, atau masalah diplomatik yang dapat menunda atau menghentikan kesepakatan tersebut.
Senator Chris Van Hollen mengatakan anggota parlemen memerlukan jaminan dari pemerintahan Biden dan Turki terlebih dahulu. Dia menyebut selama Presiden Erdogan menjabat, Turki adalah sekutu NATO yang tidak setia. Hingga ratifikasi keanggotaan Swedia merupakan kabar baik.