Angkatan Darat Amerika telah bergerak untuk mengadaptasi rudal lain dari persenjataan Angkatan Laut Amerika untuk digunakan sebagai senjata yang diluncurkan di darat. Kali ini senjata yang diadopsi adalah RIM-174 Standard Extended Range Active Missile (ERAM), lebih dikenal sebagai Standard Missile 6 (SM-6).
Pada 6 November 2020 Angkatan Darat mengumumkan telah memberi Lockheed Martin kontrak US$ 339 juta untuk mengadaptasi SM-6 sebagai senjata yang diluncurkan di darat.
Rudal tersebut akan mengisi peran kemampuan jarak menengah antara Precision Strike Missile dan Long-Range Hypersonic Weapon. Senjata diharapkan akan diterjunkan pada akhirtahun fiskal 2023. Kedua senjata tersebut saat ini sedang dalam pengembangan.
Penundaan Precision Strike Missile hingga setidaknya tahun fiskal 2024 telah membuat Angkatan Darat mencari pengganti untuk mengisi kesenjangan kemampuan, tetapi tidak jelas apakah SM-6 diharapkan mengisi peran ini atau dimaksudkan untuk melengkapi senjata lain yang dipilih untuk melakukannya.
SM-6 awalnya dirancang untuk digunakan sebagai senjata pertahanan udara yang mampu menembak jatuh pesawat, rudal yang masuk dan bahkan rudal balistik fase terminal. Daya gedor rudal hingga ketinggian 34.000 kaki dan 150 mil jauhnya. Rudal tersebut juga telah diadaptasi untuk mencapai target permukaan angkatan laut.
Angkatan Darat Amerika juga mulai mengadaptasi rudal Angkatan Laut Amerika lainnya yakni rudal jelajah BGM-109 Tomahawk untuk digunakan sebagai senjata serang berbasis darat. Namun, hingga Agustus 2019, Washington dibatasi oleh batasan-batasan Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF), yang dicabik-cabik pemerintahan Trump. Namun, kecuali rentang SM-6 diperpanjang, rudal ini akan tetap berada dalam parameter perjanjian yang sekarang tidak berlaku lagi.