Turki Dituduh Melakukan Agresi  dan Ingin Taklukkan Libya
Libyan National Army

Turki Dituduh Melakukan Agresi  dan Ingin Taklukkan Libya

Abdulhadi al-Hweij, Menteri Luar Negeri Pemerintah Libya yang berbasis di Tobruk, menuduh Turki tidak hanya mencampuri urusan dalam negeri Libya, tetapi juga berusaha untuk menaklukkan negara Afrika Utara tersebut.

“Ini bukan campur tangan, tapi agresi oleh Turki. Ini adalah upaya lain  Turki untuk menaklukkan Libya. Kami akan menggunakan semua sarana yang tersedia untuk melindungi wilayah kami dan melibatkan semua warga Libya,” kata al-Hweij saat berbicara kepada wartawan di Moskow pada sela-sela Konferensi Timur Tengah Valdai Discussion Club Senin 17 Februari 2020.

“Kami berharap agresi Turki akan segera berakhir, bahwa konfrontasi bersenjata akan segera berakhir, bahwa ibukota akan dibebaskan, dan bahwa kelompok-kelompok ilegal bersenjata akan dibubarkan,” tambah diplomat itu.

Pejabat itu bersumpah bahwa pemerintah yang berbasis di Tobruk akan menggunakan segala cara yang diperlukan untuk menggagalkan upaya Turki untuk menaklukkan negara itu.

Mengomentari  Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang menyebut perusahaan militer swasta Rusia beroperasi di Libya, al-Hweij mengatakan tuduhan ini salah, dan bahwa Erdogan “kehilangan akal sehatnya.”

Menurut Al-Hweij, pemerintahnya akan siap untuk melakukan pembicaraan damai di Moskow di beberapa titik di masa depan. Pejabat itu mengundang perusahaan-perusahaan Rusia untuk membantu membangun kembali negara itu setelah perdamaian dipulihkan.

“Tidak diragukan lagi, saya menyambut peran Rusia, sebagai kekuatan besar dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dalam menyelesaikan krisis Libya. Sebuah konferensi tentang keamanan dan perdamaian di Libya dapat berlangsung di Moskow seperti di ibukota lainnya di Eropa dan dunia, “kata al-Hweij.

Libya terperosok dalam perang saudara, setelah gerilyawan yang terinspirasi Arab Springs mengangkat senjata terhadap pemimpin lama Libya Muammar Gaddafi. Dengan bantuan kekuatan udara NATO, para militan mengalahkan dan mengeksekusi Gaddafi dan Libya dengan cepat berubah menjadi negara yang gagal yang penuh dengan milisi, gerombolan penjahat dan kelompok-kelompok teroris.

Sejak itu, dua pemerintah yang bersaing   Pemerintah Kesepakatan Nasional berbasis Tripoli dan pemerintah Tobruk yang didukung Libyan National Army (LNA) telah memantapkan diri mereka dalam persaingan memperebutkan kekuasaan.

Pada 19 Januari, para pejabat dari pemerintah yang bersaing bertemu di Berlin untuk membahas akhir dari konflik, menyepakati gencatan senjata dan kebutuhan untuk memastikan tidak adanya keterlibatan pihak ketiga luar dalam konflik.

Pada  Sabtu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menuduh Komandan Libyan National Army Khalifa Haftar terus-menerus melanggar gencatan senjata Libya, dan mengatakan upayanya untuk menyelesaikan konflik dengan cara militer harus dihentikan.

Turki mengirim kontingen penasehat dan instruktur militer ke Libya bulan lalu, bersikeras bahwa kehadiran mereka sah dan berdasarkan kesepakatan dengan Tripoli.