Presiden Recep Tayyip Erdogan menyatakan pasukan Turki tidak akan meninggalkan wilayah Suriah sampai orang-orang di negara itu meminta Ankara untuk mundur.
“Kami tidak akan meninggalkan Suriah sampai rakyat Suriah mengatakan, ‘Terima kasih, Anda boleh pergi sekarang'”, kata presiden pada rapat umum di Istanbul Sabtu 7 Desember 2019.
Turki melancarkan serangan besar-besaran di bagian utara Suriah pada Oktober untuk menyingkirkan Syrian Democratic Force (SDF) yang dipimpin Kurdi lebih jauh dari perbatasannya.
Kampanye militer yang dijuluki Operation Peace Spring, diluncurkan pada 9 Oktober, dengan militer Turki dan militan sekutu bertempur melawan ISIS dan pasukan Kurdi setempat.
Serangan itu dikritik oleh Amerika dan negara-negara Eropa, dengan Washington menjatuhkan sanksi pada Ankara atas masalah ini. Namun, kedua pihak sepakat setelah Amerika dan Turki menyetujui gencatan senjata 120 jam yang kemudian menjadi permanen.
Pada saat yang sama, Presiden Erdogan dan mitranya dari Rusia Vladimir Putin melakukan patroli di perbatasan Suriah untuk memastikan perdamaian di wilayah tersebut.
Operasi itu memungkinkan Ankara untuk menciptakan apa yang disebut zona aman di sebidang tanah sepanjang 75 mil antara kota Ras al-Ayn dan Tal Abyad di Suriah yang digunakan untuk memukimkan kembali pengungsi Suriah di sana.
Sebagian besar tanah ini sebelumnya dikuasai oleh militan Kurdi, yang dianggap sebagai teroris oleh Turki karena hubungan mereka dengan Partai Pekerja Kurdistan yang dilarang di negara tersebut.