DF-17, rudal hipersonik China yang pertama kali diungkapkan pada parade militer 1 Oktober 2019 lalu, mungkin bukan satu-satunya program kendaraan hipersonik yang dimiliki China.
Analis menekankan bahwa China tidak akan ketinggalan dalam teknologi terkait dibandingkan dengan Amerika dan Rusia.
“Dari subjek uji yang tersedia untuk umum, Xingkong-2 (Starry Sky-2) mungkin menggunakan pola penerbangan yang berbeda dengan DF-17,” kata pakar militer Ma Jun di Military Time, sebuah program di China Central Television ( CCTV) sebagaimana dikutip Chinamil.com 2 Desember 2019, tanpa elaborasi lebih lanjut.
Menurut Ma, Xingkong-2 masih dalam tahap uji coba dan tes lebih lanjut akan terus dilakukan. Xingkong-2 yang dimaksud Ma adalah kendaraan hipersonik waverider China pertama yang diluncurkan oleh negara tersebut dan satu tahun lebih awal dari DF-17.
Dirancang oleh Akademi Aerospace Aerodinamika China di bawah China Aerospace Science and Technology Corporation, Xingkong-2 berhasil diuji pada di China Barat Laut pada Agustus 2018.
Ketika rudal DF-17 melakukan debut di parade Hari Nasional tahun ini, beberapa orang berpikir itu mungkin produk akhir dari proyek Xingkong-2.
Satu perbedaan khas antara Xingkong-2 dan DF-17 adalah bahwa yang pertama memiliki fairing dan yang kedua tidak, membuat keduanya penampilan saja sangat berbeda dalam.
Analis mencatat bahwa waktunya tidak cocok, karena Xingkong-2 yang diuji pada 2018 dan kemungkinan tidak akan masuk dinas militer China pada awal 2019.
Program CCTV memperkenalkan dua genre pesawat hipersonik: satu adalah glide-boost, artinya pesawat didorong ke langit melalui roket dan meluncur di udara menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh penerbangan hipersoniknya sendiri, sementara yang lain menggunakan air-breathing, artinya pesawat menggunakan mesin scramjet untuk memberikan daya dorong.
DF-17 dikatakan sebagai glide boost, tetapi tidak diketahui tipe Xingkong-2, selain itu bisa berbeda dari DF-17, meskipun juga didorong oleh roket, menurut untuk Ma.
Amerika dan Rusia sedang berupaya mengembangkan senjata hipersonik dengan teknologi both glide-boost dan air-breathing, karena keduanya memiliki kekuatan dan kekurangan yang berbeda, kata seorang pakar militer yang tidak mau disebutkan namanya kepada Global Times.
China tidak akan ketinggalan dan dapat mengembangkan beberapa jenis senjata hipersonik menggunakan teknologi yang berbeda di masa depan, prediksi ahli