Panglima Angkatan Laut Iran Rear Admiral Hossein Khanzadi Rabu 27 November 2019 mengatakan bahwa kapal perusak milik mereka telah dilengkapi dengan sistem peluncuran rudal vertikal. Dia mengatakan bahwa sistem baru ini dibangun untuk menembak jatuh rudal jelajah.
Sistem peluncuran vertikal atau vertical launching system (VLS) adalah teknologi canggih yang digunakan pada kapal untuk menembak jatuh pesawat terbang dan rudal. Setiap VLS terdiri dari sejumlah modul sel yang masing-masing dapat berisi satu atau lebih rudal.
Semua sistem jenis ini dibagi menjadi ‘panas’ dan ‘dingin’. Dalam peluncuran panas, rudal menyala di dalam sel dan digerakkan oleh knalpotnya sendiri, sementara dalam sistem ‘dingin’, yang dipelopori oleh Uni Soviet, rudal didorong oleh gas terkompresi dan mesinnya menyala setelah keluar dari silo. Sistem Bavar-373 Iran secara luas dianggap menggunakan teknik hot-launch.
Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi atas penjualan senjata ke Iran sejak Revolusi Islam 1979, sementara Uni Eropa dan PBB sama-sama pindah untuk mengucilkan Iran dari pasar senjata internasional antara 2007 dan 2010 karena kekhawatiran atas program nuklirnya.
PBB menjadwalkan embargo senjatanya dicabut pada Oktober 2020 setelah adopsi perjanjian nuklir Iran, sementara Uni Eropa seharusnya mencabut sanksi senjata pada Oktober 2023.
Di tengah sanksi berat Iran mengembangkan kemampuan pertahanannya sendiri. Pada November 2018, Angkatan Laut Iran mengumumkan bahwa mereka akan mengerahkan tiga kapal perusak baru dalam beberapa bulan mendatang. Pada September tahun ini dilaporkan tiga perusak lain sedang dibangun.
Iran juga telah mengembangkan sendiri kapal selam cebol Ghadir, khusus untuk perairan dangkal Teluk Persia, serta beberapa kelas kapal selam lainnya termasuk Nahang, Ghadir, dan Fateh.
Khanzadi mengatakan Angkatan Laut berencana untuk memulai pembangunan kapal selam berat yang dijuluki ‘Be’sat’ tetapi tidak masuk ke rincian lebih lanjut.
Ancaman konflik militer di kawasan Teluk menjulang tinggi tahun ini karena meningkatnya pertentangan antara Amerika Serikat dan sekutu Arabnya, di satu sisi, dan Iran di sisi lain.
Sejak Mei tahun ini, menurut Menteri Pertahanan Amerika Mark Esper, Pentagon telah mengirim 14.000 tentara tambahan ke Timur Tengah. Gelombang terbaru senjata dan personel Amerika dikerahkan ke Arab Saudi setelah serangan drone 14 September terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco. Washington dan Riyadh menyalahkan serangan terhadap Teheran, meskipun pemberontak Houthi mengklaim yang bertanggung jawab.