Melawan Sanksi, Korea Utara Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Senilai Rp35 Triliun

Melawan Sanksi, Korea Utara Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Senilai Rp35 Triliun

Sikap keras Korea Utara untuk tidak mau tunduk pada kemauan internasional meski diembargo ketat layak diacungi jempol. Untuk melawan embargo energi yang diterapkan ke negara tersebut, kini Pyongyang berencana pembangunan pembangkit energi surya senilai US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 35 triliun.

Upaya ini ditempuh  untuk mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil yang diimpor, dan dalam upaya untuk mengekang kekurangan energi yang telah menjadi masalah utama di negara itu sejak 2017.

Meski Korea Utara Korea memiliki industri energi surya yang sebenarnya cukup canggih, Pyongyang dilaporkan masih mencari investasi dan bantuan teknologi ke China untuk mencapai tujuannya mengembangkan pembangkit tenaga surya baru yang masif.

Akses ke tambang  tanah jarang yang berharga dilaporkan telah ditawarkan sebagai kompensasi kepada perusahaan asing yang berinvestasi di proyek yang akan menghasilkan lebih dari 2,5 juta kilowatt listrik setiap hari tersebut.

Mengembangkan pembangkit listrik baru akan secara serius merusak efek  sanksi yang dirancang Barat, yang diberlakukan baik secara sepihak maupun melalui PBB. Sanksi telah secara serius membatasi semua ekspor utama Korea Utara dan membatasi ekspor bahan bakar ke negara Asia Timur tersebut.

Dengan perundingan dengan Amerika Serikat untuk pencabutan sebagian sanksi yang terhenti tampaknya  Pyongyang tidak bisa lagi percaya penuh terhadap niat Washington. Kim Jong un telah memberi tenggat bagi Gedung Putih hingga Januari 2020 untuk kembali ke meja perundingan dengan ketentuan yang lebih masuk akal. Jika tidak Korea Utara mengancam akan melanjutkan pengujian senjata strategis.

Karena Amerika belum menawarkan konsesi yang signifikan, dan sanksi berpotensi berlarut-larut, investasi dalam kemampuan pembangkit listrik baru dapat menjadi aset utama bagi ekonomi Korea Utara dan keamanan energinya.