Operasi Peace Spring yang digelar Turki di Suriah kembali menunjukkan bahwa kekuatan militer terbukti sangat pentin bagi sebuah negara jika ingin bisa mengubah peta geopolitik.
Operasi ini telah secara efektif mencegah munculnya ancaman di depan pintu Turki, dan mengakhiri plot teritorial jaringan YPG / PKK di Suriah. Sebuah prestasi geopolitik untuk Ankara.
Peace Spring berpusat pada rencana ambisius multi-tahap. Pertama, sebagai upaya kontra-terorisme lintas batas dengan membersihkan kehadiran YPG / PKK di sepanjang perbatasan Suriah. Dengan melakukan itu, mendapatkan kedalaman taktis tetap penting secara militer untuk mengamankan daerah perbatasan.
Sejak awal operasi ini menghadapi perlawan YPG / PKK yang tanpa pandang bulu menggunakan bom-bom tak terarah dan mengancam nyawa warga sipil di Turki. Ankara menghadapi tantangan yang sama sebelum dan selama Operasi Euphrates Shield pada tahun 2016, pada saat roket ISIS menyerbu kota-kota perbatasan.
Can Kasapoglu, Direktur Program Studi Keamanan dan Pertahanan di EDAM, think-tank independen yang berbasis di Istanbul dalam tulisannya di Anadolu 25 Oktober 2019 mengatakan perencana pertahanan Turki menanggapi ancaman itu dengan maju lebih cepat ke daerah-daerah yang dikuasai ISIS, dan akhirnya merebut al-Bab yang menjadi tuan rumah produksi roket dan fasilitas penyimpanan senjata ISIS di barat Sungai Eufrat.
Mirip dengan Operasi Olive Branch yang mengirim 72 pesawat untuk menyerang lebih dari 100 target pada serangan awal, pembukaan Peace Springs juga menyaksikan serangan besar-besaran pada lebih dari 200 target baik oleh pasukan darat dan angkatan udara dalam waktu 12 jam. “Sepertinya menerjunkan senjata secara besar –besaran telah menjadi pusat perhatian dari konsep operasi atau concepts of operations (CONOPS) militer Turki terhadap ancaman asimtris,” katanya.
Dalam fase serangan darat selanjutnya, Peace Spring memusatkan sebagian besar formasi tempur di sepanjang Tel Abyad dan Ras al-Ayn, sementara angkatan udara menembus lebih dalam untuk menggedor jalur komunikasi kritis dan area belakang yang mendukung posisi PKK / YPG. Sementara itu, elemen-elemen Tentara Nasional Suriah memotong jalan raya M4 di selatan yang secara efektif menghambat kebebasan bergerak PKK / YPG melalui rute pasokan penting ini.
Khususnya di Ras al-Ayn, jaringan terowongan PKK / YPG telah memunculkan beberapa tantangan sementara untuk kemajuan operasi. Kompleks terowongan seperti itu juga merupakan sumber kekhawatiran selama Operasi Euphrates Shield dan Olive Branch.
“Mungkin, mulai sekarang, industri pertahanan Turki yang sedang berkembang akan fokus pada pengembangan kemampuan perang bawah tanah yang merupakan kenyataan pahit dari Timur Tengah saat ini. Untuk mengatasi tantangan bawah tanah, khususnya, robot darat otonom akan lebih banyak dapat memberikan solusi yang efektif,” tulis Can Kasapoglu .
Akhirnya, orang dapat dengan jelas mengamati adanya perkembangan kapasitas Turki dalam sistem senjata yang dikerahkan. Terutama, amunisi dan bom penetrator pintar Angkatan Udara Turki, serta persenjataan pendukung berbasis darat milik Angkatan Darat sangat penting dalam memberikan kekuatan tembakan yang besar.
Tentu saja, ‘dronisasi’ Angkatan Bersenjata Turki sekali lagi menarik perhatian. Bayraktar TB-2 dan sistem udara tak berawak lainnya tetap penting untuk kemampuan peperangan yang berpusat pada jaringan, serangan presisi taktis, dan misi ISTAR (intelligence, surveillance, target acquisition, and reconnaissance)
Secara keseluruhan, menurut Can Kasapoglu, Turki sedang mempelajari pelajaran militernya. Dalam setiap kampanye ekspedisi Suriah, yaitu Euphrates Shield, the Olive Branch, dan terakhir Peace Spring, Ankara telah mendapatkan peningkatan penting dalam pembangkitan pasukan, perencanaan, dan CONOPS (concepts of operations).
Lebih penting lagi, Angkatan Bersenjata Turki dan pangkalan teknologi dan industri pertahanan nasional (DTIB) telah memperoleh pengalaman perang hybrid yang tak ternilai dalam menghadapi kelompok-kelompok non negara seperti ISIS dan PKK / YPG.