Turki mengoperasikan armada kapal selam terbesar kedua di NATO dan semuanya didapat dari impor. Namun itu akan berubah.
Program untuk membangun kapal selam dalam negeri telah diluncurkan secara resmi. Dikenal sebagai MiLDEN (Milli Denizaltı), sebanyak enam dari kapal baru harus bergabung dengan armada di tahun 2030-an.
Langkah ini muncul pada saat banyak kesepakatan pertahanan dengan Turki berada di bawah sorotan termasuk ketidakjelasan pembelian jet tempur F-35 akibat akuisi Ankara pada sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Turki juga memiliki ambisi untuk menjadi lebih mandiri dalam pertahanan, membangun frigat dan tank tempur utama sendiri. Bahkan memiliki proyek railgun.
Kapal selam baru akan memiliki Air Independent Propultions (AIP) yang akan memungkinkan mereka berada di bawah air dalam waktu yang lebih lama dibandingkan kapal konvensional non-AIP.
Saat ini Turki mengoperasikan 12 kapal selam yang semuanya berasal dari keluarga Type-209 Jerman. Rencananya sebagian dari kapal selam ni akan diganti oleh enam kapal dari Type-214TN yang lebih maju, juga dari Jerman.
Kapal selam Type-214TN akan dikenal sebagai Kelas Reis dan tidak seperti kapal selam Turki sebelumnya kapal selam ini akan dibangun di Turki. Namun, proyek ini mengalami penundaan yang serius dan diperkirakan tidak akan bergabung dengan armada sampai tahun 2020-an.
Program MiLDEN akan membutuhkan penelitian dan pengembangan selama bertahun-tahun. Industri pembuatan kapal Turki telah mendapatkan pengalaman dengan meningkatkan tiga kapal selam Pakistan. Kapal selam ini dibangun di Prancis sehingga ditambah konstruksi kapal yang dirancang Jerman akan memberikan kesadaran luas tentang desain kapal selam.
“Ketika kapal selam Pakistan memasuki kembali layanan, mereka akan mengusung penangkal nuklir dalam bentuk rudal jelajah berujung nuklir,” kata H I Sutton, seorang pakar kapal selam dan pertempuran bawah laut dalam tulisannya di Forbes, Sabtu 19 Oktober 2019.
Kembali di Turki, Presiden Tayyip Erdogan telah membuat pernyataan yang menunjukkan Turki juga menginginkan senjata nuklir. “Beberapa negara memiliki rudal dengan hulu ledak nuklir, bukan satu atau dua. Tetapi [mereka mengatakan kepada kami] kami tidak dapat memilikinya. Ini, saya tidak bisa menerima,” kata Erdogan September 2019 lalu sebagaimana dikutip Sutton. Namun peran kapal selam Turki dalam setiap pencegah nuklir di masa depan tidak jelas.
Apapun, Turki menempati lokasi yang strategis di tepi timur NATO. Ankara mengendalikan Bosporus, jalur sempit antara Laut Tengah dan Laut Hitam. Yang terpenting, di bawah Konvensi Montreux 1936 kapal selam negara lain dilarang melewati Bosporus. Sebagai contoh, ini berarti bahwa Rusia tidak dapat menggunakan kapal selamnya yang berbasis di Laut Hitam untuk operasi di lepas Suriah.
Dengan semua kenyataan tersebut, Turki memang sudah sangat layak untuk membangun kapal selam sendiri. Meski tentu saja, ini bukan pekerjaan mudah.