Korea Utara menjadi salah satu negara yang ada di bawah sanksi paling ketat dunia internasional sebagai efek dari pengembangan senjata nuklir negara tersebut. Salah satu sanksi adalah larangan bagi Pyongyang untuk mengimpor telepon selular.
Meski demikian, bisnis smartphone di negara ini juga berkembang dengan pesat. Ekonom memperkirakan sebanyak enam juta warga Korea Utara – atau seperempat dari populasi – saat ini memiliki telepon seluler, alat penting untuk berpartisipasi dalam ekonomi pasar informal yang telah menjadi sumber pendapatan utama bagi banyak orang.
Lantasi bagaimana mereka mensiasati sanksi internasional? Reuters berbicara dengan sekitar 10 pembelot dan pakar tentang penggunaan perangkat seluler di Korea Utara, serta meninjau laporan media pemerintah dan iklan untuk perangkat seluler, serta memeriksa dua smartphone bermerek Korea Utara.
Analis ponsel Korea Utara mengatakan ponsel-ponsel tersebut menampilkan semikonduktor Taiwan, baterai buatan China dan sistem operasi Android open-source Google.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah mendukung jaringan nirkabel, beberapa dilaporkan dibangun dengan bantuan Huawei Technologies China, dan membangun pabrik ponsel di dalam negeri.
Para ahli dan pembelot mengatakan ponsel Korea Utara biasanya berharga antara Rp1,4 juga hingga Rp5,6 juta di toko-toko milik pemerintah atau swasta, kata para ahli dan pembelot. Langganan ke operator seluler dilakukan dengan mendaftar di kementerian telekomunikasi.
Mengacu pada iklan telepon korea Utara, ponsel biasanya dijual dengan paket layanan yang mencakup 200 menit waktu panggilan. Paket prabayar berharga sekitar Rp170.000 selama 100 menit.
Merek internasional seperti Apple iPhone tidak dijual secara publik, tetapi pedagang dan warga Korea Utara yang kaya dapat membelinya di luar negeri dan menggunakannya dengan kartu SIM lokal, kata pembelot.
Ponsel Korea Utara hanya dapat digunakan untuk memanggil nomor domestik dan memiliki beberapa fitur keamanan yang unik.
Mengunduh atau mentransfer file sangat dibatasi. Reuters menemukan pop-up peringatan ketika memasang “program tidak dikenal” pada smartphone Pyongyang 2418 yang menyatakan: “Jika Anda menginstal program ilegal, ponsel Anda dapat rusak atau data akan hancur.”
“Korea Utara menempatkan algoritme dan perangkat lunak pada telepon selulernya untuk menjaga agar data tidak disalin atau ditransfer,” kata Lee Young-hwan, pakar perangkat lunak Korea Selatan yang mempelajari smartphone Korea Utara.
Aplikasi seperti peta, permainan, dan kamus bahasa Inggris menunjukkan bahwa aplikasi tersebut dikembangkan oleh insinyur Korea Utara di perusahaan milik negara atau perguruan tinggi negara tersebut.
Menurut perusahaan keamanan cyber yang berbasis di Inggris, Hacker House, rezim Korea Utara juga mengembangkan alat pengawasan buatan sendiri di ponsel.
Ketika seorang pengguna mengakses media ilegal atau non-negara, sebuah peringatan dibuat dan disimpan di dalam telepon. Versi modifikasi Android juga melakukan pengawasan dan melacak pengguna, kata Hacker House. Perwakilan Korea Utara di PBB tidak menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar.
Tetap saja, telepon merupakan aset besar dalam ekonomi pasar Korea Utara, yang telah berkembang sejak kelaparan yang menghancurkan pada 1990-an.
Seorang wanita muda Korea Utara yang bermarga Choi ingat menjual dua babi dan menyelundupkan herbal dari China untuk meningkatkan mendapatkan uang sekitar Rp2,6 juta yang dibutuhkan keluarganya untuk membeli ponsel pada 2013.
Dia menggunakan telepon untuk membantu dia menjalankan bisnis ritel menjual pakaian dan sampo China termasuk untuk mengatur pengiriman dari pedagang besar.
“Ternyata kami bisa menghasilkan uang lebih banyak daripada gaji resmi kami,” kata Choi, yang sejak itu membelot ke Korea Selatan. Dia menolak untuk menyebutkan nama lengkapnya karena takut akan ada pembalasan terhadap kerabat yang masih di Korea Utara.
Dalam sebuah survei tahun ini terhadap 126 pembelot Korea Utara yang telah menggunakan ponsel, lebih dari 90% mengatakan ponsel meningkatkan kehidupan sehari-hari mereka dan sekitar setengahnya mengatakan mereka menggunakannya untuk kegiatan ekonomi.
“Jutaan orang menggunakan ponsel dan membutuhkan mereka untuk mencari nafkah atau memamerkan kekayaan mereka,” kata Shin Mi-nyeo, Direktur Organization for One Korea, kelompok pendukung para pembelot yang melakukan jajak pendapat. “Lalu tagihan telepon mereka menciptakan pendapatan besar bagi pemerintah.”
Kim Bong-sik, seorang peneliti di Lembaga Pengembangan Masyarakat Informasi Korea Korea Selatan, mengatakan memperkirakan pendapatan dari sektor ini sulit, tetapi itu kemungkinan akan menjadi salah satu penghasil terbesar negara itu dalam skala bisnis.
Mendobrak Sanksi
Dua smartphone bermerek Pyongyang diperiksa oleh Reuters ditenagai oleh chip dari MediaTek Taiwan (2454.TW) dan menjalankan versi sistem operasi Google Android, bersama dengan perangkat lunak keamanan Korea Utara. Iklan handset bermerek Arirang juga mengklaim menggunakan chip MediaTek.
Smartphone Pyongyang 2423 yang diproduksi tahun 2018 lalu menampilkan chipset MT6737 Mediatek dan slot untuk satu kartu SIM dan satu kartu memori. Nomor seri kartu memori menunjukkan kartu itu diproduksi oleh pembuat chip Jepang Toshiba.
Sedangkan nomor identifikasi perangkat menunjukkan ponsel itu diproduksi oleh perusahaan China Gionee, pembuat smartphone kelas bawah.
Google mengatakan setiap pembuat perangkat keras dapat menggunakan perangkat lunak Android open-source tanpa biaya, yang berarti tidak ada aturan ekspor yang dilanggar terkait dengan smartphone Korea Utara.
Sedangkan Mediatek mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters bahwa mereka tidak mengirim produk apa pun ke Korea Utara, dan sepenuhnya mematuhi sanksi. Toshiba juga mengatakan perusahaannya tidak memiliki bisnis dengan Korea Utara.
“Korea Utara tidak dapat membuat ponsel tanpa menggunakan komponen dan teknologi asing,” kata Kim, peneliti. “Itu berarti melanggar sanksi untuk tetap menjalankan bisnis.”
Data bea cukai resmi menunjukkan Korea Utara mengimpor ponsel senilai US$ 82 juta dari China pada tahun 2017, barang impor terbesar ketiga setelah minyak kedelai dan kain. Angka itu turun menjadi nol pada 2018 karena sanksi sedikit.
Menurut para ahli dan pembelot, meski sanksi bisa menutup keran impor resmi, perdagangan informal di sepanjang perbatasan China-Korea Utara terus berlangsung.
William Brown, seorang pensiunan pejabat intelijen Amerika yang mempelajari Korea Utara mengatakan, bagian perangkat keras ponsel “sangat mudah diselundupkan melintasi perbatasan China.”
China adalah satu-satunya sekutu besar Korea Utara, dan industri telepon selulernya dipenuhi dengan produsen smartphone lokal yang kurang dikenal.
Merek-merek telekomunikasi besar China sebelumnya juga telah memasok Korea Utara. Menurut , Institut Nautilus Amerika dan kelompok pemantau 38North, Huawei memasok peralatan jaringan 3G ke Korea Utara setelah mendiang pemimpin Kim Jong Il, ayah dari Kim Jong Un, melakukan tur ke raksasa teknologi China pada tahun 2006
Menurut sumber Reuters, Departemen Perdagangan Amerika telah menyelidiki Huawei sejak 2016 dan sedang mengkaji apakah perusahaan tersebut melanggar aturan kontrol ekspor terkait dengan sanksi terhadap Korea Utara.
ZTE Corp tahun lalu setuju untuk membayar denda US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun karena melanggar sanksi Amerika yang melibatkan pengiriman peralatan telekomunikasi ke Iran dan Korea Utara. Huawei dan ZTE tidak menanggapi permintaan komentar Reuters.