Dengan melakukan pemeriksaan mayat anak-anak Irak yang meninggal karena cacat bawaan sejak lahir, para peneliti menemukan bukti bahwa kondisi mereka berhubungan langsung dengan pengeboman Amerika di negara itu dengan amunisi depleted uranium di awal Perang Irak dan selanjutnya juga disimpan di pangkalan-pangkalan Amerika selama pendudukan berikutnya.
Sebuah studi baru telah menarik hubungan langsung antara penggunaan depleted uranium oleh militer AS dalam Perang Irak dan cacat bawaan lahir yang diderita oleh anak-anak Irak.
Para peneliti memeriksa rambut dan gigi bayi anak-anak Irak yang tewas di dekat daerah-daerah pertempuran hebat serta pangkalan militer Amerika. Pemeriksaan menemukan elemen radioaktif thorium – sebuah elemen uranium dari jenis yang digunakan untuk membuat putaran depleted uranium.
Depleted uranium adalah produk sampingan dari proses industri yang digunakan untuk memurnikan uranium-238 menjadi U-235, yang lebih cocok untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir.
Sebagian U-238 tidak dapat dimurnikan U-235 karena sangat padat, bahkan dua kali lebih padat dari timah. Bahak itu kemudian digabungkan dengan logam lain untuk membuat amuisi yang sangat kuat. Militer Amerika sering menggunakan amunisi ini untuk menembus lapis baja.
Ribuan amunisi depleted uranium digunakan melawan Irak selama tahun pertama Perang Irak, yang dimulai pada awal 2003. Serangan dilakukan pada masa pemerintahan George W. Bush dengan dugaan Irak memiliki senjata pemusnah massal yang sampai sekarang tidak pernah terbukti.
“Setelah amunisi depleted uranium menyerang sasarannya, proyektil mulai terbakar saat tumbukan, menciptakan partikel kecil radioaktif U-238,” kata Common Dreams sebagaimana dikutip Sputnik Jumat 20 September 2019.
“Angin dapat mengangkut debu radioaktif ini bermil-mil, berpotensi mencemari udara yang dihirup manusia tak berdosa. Penghirupan ini dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan ginjal, kanker tulang dan kulit, serta cacat lahir dan keracunan bahan kimia. ”
Mozhgan Savabieasfahani, seorang peneliti independen yang berbasis di Michigan dan salah satu penulis penelitian ini, mengamati rambut dan gigi anak-anak dari desa-desa di dekat Pangkalan Udara Talil di selatan Baghdad, yang diduduki pasukan Amerika selama perang yang berkecamuk selama hampir satu dekade. Dia menemukan thorium di dalamnya, sebuah elemen yang dihasilkan oleh peluruhan radioaktif U-238.
“Kami pada dasarnya melihat jejak depleted uranium pada anak-anak ini,” kata Savabieasfahani kepada TruthOut dalam sebuah wawancara. Studinya, yang akan segera diterbitkan dalam jurnal Environmental Polution, menemukan anak-anak di dekat Talil memiliki 28 kali jumlah thorium dalam tubuh mereka dibandingkan dengan anak-anak yang jauh dari pertempuran dan yang tidak dilahirkan dengan cacat bawaan.
Menurut perkiraan PBB, Amerika menembakkan hingga 2.000 metrik ton depleted uranium pada target di Irak pada tahun 2003 saja. Amerika juga menggunakan senjata ini melawan Irak pada tahun 1991 selama Operasi Badai Gurun.
Namun, itu bukan satu-satunya sumber elemen di Irak. Ribuan kendaraan lapis baja yang dilengkapi amunisi ini dibawa ke negara itu oleh Amerika. Semua jenis pesawat dan kendaraan darat yang menggunakan amunisi tersebut disimpan di pangkalan Amerika.
TruthOut mencatat bahwa banyak dari peralatan ini yang hancur di medan perang atau berkarat jadi rongsokan di seluruh negeri menyebabkan bahan kimia radioaktif mencemari udara dan air, serta ke potongan-potongan logam yang kemungkinan diambil oleh penduduk setempat untuk dijual sebagai barang rongsokan.
“Apa yang kami lihat di sini, dan apa yang kami maksudkan dengan penelitian ini, adalah bahwa kami melihat skenario yang sama di sekitar setiap pangkalan militer Amerika di Irak,” kata Savabieasfahani. “Paparan ibu hamil karena polusi perang, termasuk uranium dan thorium, secara permanen merusak anak-anak mereka yang belum lahir.”
Mengutip statistik pemerintah Irak, MintPress melaporkan pada 2014 bahwa tingkat kanker di Irak meroket pada tahun-tahun setelah invasi Amerika, dari 40 per 100.000 orang per tahun pada 1991 menjadi 800 per 100.000 pada 1995 dan menjadi setidaknya 1.600 per 100.000 pada 2005.
Dokter Irak telah lama menyuarakan keprihatinan tentang masalah ini. Sebuah studi 2013 oleh kelompok perdamaian Belanda IKV Pax Christi menemukan lebih dari 300 situs yang sebelumnya diidentifikasi oleh pemerintah Irak terkontaminasi dengan depleted uranium dan Amerika menghabiskan antara US$ 30 juta hingga US$ 45 juta untuk pembersihan di situs tersebut. Namun, hingga akhir studi 2013, pengamat masih melihat anak-anak bermain di tumpukan sampah dan mengumpulkan sisa logam untuk dijual.
“Amerika harus bertanggung jawab dan dipaksa untuk membersihkan semua situs yang telah tercemar. Ada teknologi untuk pembersihan kontaminasi radiasi, ” kata Savabieasfahani.