Di Mana Rudal Jarak Menengah Amerika akan Diinstal di Pasifik?
Rudal yang diuji Amerika

Di Mana Rudal Jarak Menengah Amerika akan Diinstal di Pasifik?

Runtuhnya kesepakatan pengendalian senjata penting baru-baru ini berarti bahwa rudal jarak menengah Amerika akan segera diterjunkan ke Pasifik barat. Pertanyaannya di mana rudal tersebut akan ditempatkan?

Para pemimpin Pentagon kemungkinan akan mempertimbangkan Kepulauan Ryukyu Jepang dan Republik Palau di Mikronesia sebagai pilihan pangkalan yang paling layak.

Pada 3 Agustus 2019, sehari setelah Amerika Serikat secara resmi keluar dari Kesepakatan Intermediate-Range Nuclear Force (INF) dengan Rusia, Menteri Pertahanan Amerka Mark Esper mengatakan bahwa ia berharap untuk bisa melihat jenis rudal yang sebelumnya dilarang tersebut bisa dikerahkan ke Asia lebih cepat.

Ditandatangani oleh Ronald Reagan dan Mikhail Gorbachev pada tahun 1987, Perjanjian INF melarang rudal balistik yang diluncurkan dan rudal jelajah dari darat dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer, dapat digunakan untuk senjata konvensional dan juga untuk membawa hulu ledak nuklir.

Dua minggu setelah komentar Esper, di Pulau San Nicolas, California, sebuah video dirilis Pentagon yang menampilkan sebuah uji penembakan varian rudal jelajah Tomahawk dari peluncur Mark 41 yang tegak dan bergerak di darat. Ini menjadi sebuah pengumuman terbuka bahwa sistem tersebut matang, atau setidaknya sangat dekat dengan status itu.

Sekarang tanpa terkekang, Amerika Serikat tampaknya ingin memperlengkapi Komando Indo-Pasifiknya dengan senjata-senjata seperti itu, terutama ketika Tentara Pembebasan Rakyat China membanggakan kekuatan rudal terbesar dan paling beragam di dunia.

Menurut  mantan laksamana bintang empat Amerika Serikat Harry Harris, Guam adalah pangkalan militer utama Amerika dan pusat logistik, tetapi China tidak diragukan lagi bisa mencapai setiap inci dari pulau itu. Alih-alih berkonsentrasi di Guam, mendistribusikan rudal ke seluruh rantai pulau pertama, garis lengkung yang membentang dari Kepulauan Kuril melalui Jepang, Taiwan, Filipina, dan kemudian ke barat melalui Indonesia, akan lebih aman dan lebih efektif.

Michael Gallagher, seorang veteran Korps Marinir dengan gelar doktor dalam hubungan internasional. menjelaskan bahwa mobilisasi yang ada sekarang ini terlalu lesu hingga daripada menunggu kapal datang dari San Diego untuk tiba dan merespons,  Amerika Serikat membutuhkan pasukan yang dikerahkan di depan dan siap untuk mengusir invasi ke Taiwan, misalnya.

“Pasukan yang gesit dengan rudal konvensional di rantai pulau pertama bisa bergerak terus-menerus, menahan sejumlah besar target China yang berisiko sambil mengacaukan upaya penargetan musuh,” katanya sebagaimana dikutip The Diplomat.

Filipina memiliki ribuan pulau, beberapa di antaranya tidak asing bagi perencana militer Amerika melalui latihan tahunan Balikatan. Tapi kecuali hubungan bilateral Manila dengan China memburuk secara signifikan, rudal Amerika tidak akan diterima. Bahkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat ini sedang melakukan kunjungan resminya ke China, mencari keuntungan ekonomi untuk negaranya dari investasi China.

Adapun Taiwan, kedatangan rudal yang dioperasikan Amerika akan terlalu provokatif dan ceroboh yang akan meningkatkan ketegangan lintas-selat, memicu krisis Selat Taiwan.

Meskipun Jepang mungkin secara internal akan berdebat keras, kerja sama tersebut pada akhirnya sejalan dengan kepentingan strategisnya.

Pangkalan-pangkalan Jepang baru untuk rudal darat ke udara dan anti-kapal dibuka pada 26 Maret  yakni dua di Amami Oshima utara Okinawa, dan satu di Miyako. Pangkalan lain sedang dibangun di Ishigaki, antara Miyako dan Taiwan.

Baterai rudal darat  Amerika kemungknan akan ditempatkan di Ryukyus  dengan personel Amerika berbagi tanggung jawab keamanan, menyewa ruang, listrik, dan air, dan secara berkala menjalankan skenario bersama mitra Jepang.

Penyebaran semacam itu akan memotong sentimen anti-Amerika yang mengakar di Okinawa dan dapat membantu memperkuat pengawasan Jepang atas Kepulauan Senkaku yang diperebutkan oleh China, hanya beberapa ratus kilometer ke arah barat.

Untuk membentengi bagian selatan rantai pulau pertama, Pentagon mungkin melihat ke Palau. Compact of Free Association dengan Palau memberi Amerika Serikat akses militer eksklusif dan memungkinkan Amerika untuk “membangun dan menggunakan situs-situs pertahanan” dengan imbalan kompensasi yang adil.

Terletak di rantai pulau kedua, 1000 kilometer timur celah antara pulau Mindanao di Filipina selatan dan Sulawesi Utara di Indonesia, rudal balistik konvensional dari Palau dapat terbang di atas Filipina menuju sasaran di Laut China Selatan, Selat Luzon, atau di luar kitu.

Sebuah opini baru-baru ini ditulis oleh Presiden Palau Tommy Remengesau menjelaskan bahwa pelabuhan maritim dan bandara di negara itu di Angaur dan Peleliu memerlukan modernisasi yang substansial, dan secara eksplisit merangkul  angkatan bersenjata Amerika yang lebih besar dan kehadiran penegakan hukum di kepulauan kita sebagai pencegah.”

Pada bulan April, untuk pertama kalinya dalam 37 tahun, pasukan Angkatan Darat Amerika mengunjungi Palau, menyediakan layanan kesehatan, perbaikan jalan, dan peluang pelatihan bagi Pasukan Keamanan Palauan. Mungkin akhir tahun depan, baterai rudal Angkatan Darat Amerika dapat mulai berdatangan.