Amerika diam-diam mengakhiri kampanye pemboman yang pernah dipuji-puji terhadap laboratorium narkoba di Afghanistan yang bertujuan memotong dana Taliban.
“Mereka tidak lagi melakukannya, yang mungkin menunjukkan efektivitas kampanye itu,” kata Sopko sebagaimana dilaporkan Military.com 28 April 2019.
Dia mengatakan kampanye pemboman Operasi Tempest Iron, dimulai pada akhir 2017 tidak memiliki efek yang diharapkan untuk memukul dompet Taliban dan mungkin membuang-buang sumber daya.
Sementara Komando Pusat Amerika merujuk pertanyaan tentang kampanye pemboman ke Pasukan Amerika-Afganistan, yang tidak menanggapi langsung apakah operasi telah dibatalkan.
“Upaya Pasukan Amerika Serikat-Afghanistan bertujuan untuk menetapkan kondisi bagi penyelesaian politik dan melindungi kepentingan nasional kita,” kata seorang jurubicara dalam email. “Mayoritas serangan kami adalah serangan mematikan terhadap Taliban atau ISIS.”
Sopko mengatakan satu-satunya faktor yang tampaknya berdampak pada perdagangan opium dan heroin adalah erosi dan kekeringan, bukan kampanye pemboman.
November lalu, Kantor United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) melaporkan bahwa total area penanaman opium poppy di Afghanistan tetap “pada tingkat yang sangat tinggi” meskipun penurunan 20 persen dari 2017.
Namun, penurunan itu disebabkan oleh kekeringan parah yang melanda wilayah utara dan barat Afghanistan pada 2018.
“Meskipun mengalami penurunan, area keseluruhan di bawah penanaman opium poppy adalah yang tertinggi kedua yang pernah dicatat,” kata Direktur Eksekutif UNODC Yury Fedotov dalam laporan tersebut. “Ini adalah tantangan yang jelas untuk keamanan dan keselamatan bagi kawasan dan sekitarnya.”
Operasi Iron Tempest adalah salah satu inisiatif pertama yang dihasilkan dari pidato nasional Presiden Donald Trump Pada Agustus 2017, di mana ia mengumumkan strategi “berbasis kondisi” baru untuk Afghanistan yang menyerukan lebih banyak pasukan dan serangan udara.
Kampanye pemboman terhadap laboratorium narkoba dimulai dengan harapan yang tinggi. Bahkan jet tempur paling canggih milik Angkatan Udara Amerika F-22 Raptor dikerahkan dan militer merilis video serangan di provinsi Helmand barat daya, pusat perdagangan narkoba, dan daerah lainnya.
Pada 20 November 2017, Jenderal Angkatan Darat John Nicholson, komandan pasukan Amerika dan NATO di Afghanistan, mengumumkan bahwa tindakan “signifikan” pertama di bawah strategi baru untuk Afghanistan telah diambil dalam pemboman beberapa pusat obat-obatan Taliban, menggunakan pesaat F-22 dan bomber B-52 Stratofortress serta pesawat lain.
Namun, Sopko mengatakan aliran pendapatan terbukti tangguh. Dia mengatakan para pejabat Drug Enforcement Agency (DEA) dan Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs Departemen Luar Negeri memperingatkan sejak awal bahwa kampanye pemboman tidak direncanakan dengan baik.
“Para ahli di sana mengatakan kepada kami bahwa ini tidak akan berhasil, karena laboratorium yang dihancurkan sangat murah,” kata Sopko. “Harganya sekitar US$ 500 untuk membangun dan beroperasi.”
Kurangnya jawaban pasti dari militer mengenai status Operasi Tempest Iron dinilai mencerminkan kebiasaan pemerintah Amerika saat ini untuk merahasiakan informasi yang sebelumnya akan secara rutin dimasukkan dalam laporan berkala, seperti tingkat korban pasukan Afghanistan, kata Sopko.
“Hampir setiap metrik untuk keberhasilan atau kegagalan sekarang diklasifikasikan atau tidak ada,” katanya. “Hal-hal yang cenderung memalukan dirahasiakan di kota ini [Washington, D.C.]..”