Sebuah pengadilan Amerika Serikat memerintahkan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad membayar US$302 juta atau sekitar Rp4 triliun sebagai ganti rugi atas tewasnya seorang wartawan Amerika.
Marie Colvin tewas setelah pusat media sementara tempat ia bekerja di Kota Homs, Suriah, diledakkan dengan peluru artileri.
Putusan tersebut adalah hasil dari tuntutan yang diajukan oleh anggota keluarga Colvin pada 2016, tapi selama ini diabaikan oleh Pemerintah Bashar.
Pemerintah asing biasanya kebal dari jurisdiksi pengadilan Amerika berdasarkan Akta Kekebalan Kedaulatan Asing. Namun, korban bisa mengajukan tuntutan terhadap pemerintah yang diklasifikasikan sebagai “negara pendukung terorisme”.
Hakim Amy Berman Jackson dari Pengadilan Wilayah Columbia Amerika mengeluarkan putusan itu pada Rabu 30 Januari 2019 malam, dan mengatakan Pemerintah Bashar “terlibat dalam pembunuhan tanpa proses pengadilan”.
Putusan tersebut menetapkan bahwa pemerintah telah melacak penyiaran Colvin dan wartawan lain yang telah meliput pengepungan Homs, dan kemudian meningkat jadi serangan terhadap pusat media, sehingga menewaskan Colvin dan juru foto Prancis Remi Ochlik.
Hakim tersebut juga memerintahkan ganti-rugi US2,5 juta untuk diberikan kepada saudari Marie, Cathleen Colvin, serta biaya pemakaman US$11.836.
“[Colvin] secara khusus menjadi sasaran karena profesinya, dengan tujuan membungkam mereka yang melaporkan gerakan oposisi yang berkembang di negeri itu,” kata putusan pengadilan tersebut, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu.
Colvin adalah wartawan perang yang menghabiskan karirnya di banyak daerah, termasuk Irak, Chechnya, Balkan, Timor Timur, Sri Lanka, Sierra Leone dan Libya.
Wartawati itu menerima Foreign Reporter of the Year dari British Press Awards sebanyak tiga kali, dan Courage in Journalism Award dari International Women’s Media Foundation.
“Dengan melakukan serangan langsung terhadap Pusat Media, Suriah bermaksud mengintimidasi wartawan, melawan pengumpulan berita dan penyebaran keterangan serta menindas mereka yang tidak puas,” kata Amy Berman Jackson di dalam putusannya.
“Pembunuhan terarah terhadap seorang warga negara Amerika, yang pekerjaan beraninya bukan hanya penting, tapi sangat penting buat pemahaman kita mengenai daerah perang dan perang pada umumnya, adalah tindakan berani, dan oleh karena itu hukuman penggantian kerugian yang memiliki banyak dampak pada negara yang bertanggung-jawab harus diberikan,” katanya.