
Namun, penjelasan yang paling diterima hari ini pertama kali diterbitkan oleh Wen Wei Po, sebuah surat kabar pro-Beijing yakni bahwa para kru mati lemas oleh mesin diesel sub.
Kapal selam listrik diesel konvensional menggunakan mesin diesel untuk mengisi baterainya. Pengisian harus dilakukan ketika kapal selam ada di permukaan. Tetapi tetapi kapal selam yang berusaha tetap tidak terdeteksi juga bisa berlayar di bawah permukaan dan menggunakan alat snorkeling untuk mengambil udara yang dibutuhkan saat menyalakan diesel. Snorkeling dirancang untuk secara otomatis tertutup jika permukaan air terlalu tinggi.
Menurut Wen Wei Po, 361 menjalankan dieselnya sambil snorkeling ketika air tinggi menyebabkan katup pemasukan udara menutup — atau katup gagal membuka dengan baik karena kegagalan fungsi. Namun, mesin dieselnya tidak mati sebagaimana mestinya.
Rupanya, motor mengkonsumsi sebagian besar pasokan udara kapal selam hanya dalam dua menit. Dalam kondisi ini awak kapal akan mulai merasa pusing dan sesak napas pada menit pertama, dan akan mulai kehilangan kesadaran di menit kedua. Tekanan udara negatif juga membuat tidak mungkin membuka palka.
Sebuah artikel 2013 oleh Reuters mengulangi teori ini dan juga menyebutkan kemungkinan bahwa knalpot dibuang secara tidak benar hingga memunculkan efek fata.
Salah satu dari penjelasan ini akan mencerminkan kegagalan serius dalam pelatihan kru dan kinerja mekanik.
Tetapi semua sekali lagi tetap sebatas spekulasi, dan apa sebenarnya yang terjadi tetaplah sebuah misteri.