Amerika Serikat akan mulai mengembangkan senjata anti-rudal hipersonik pada pertengahan 2020. Gambaran besar dari sistem tersebut telah didapatkn.
Namun, Michael Griffin, Wakil Menteri Pertahanan Amerika untuk Penelitian dan Rekayasa mengatakan sistem pertahanan untuk menjatuhkan kendaraan dan rudal hipersonik akan memerlukan pengembangan radar jarak jauh dan sensor berbasis ruang angkasa baru untuk melacak dan menargetkan senjata musuh segera setelah diluncurkan
Dalam National Defense Industrial Association yang berlangsung 13 Desember 2018 Griffin mengatakan Pentagon yakin bahwa area untuk merobohkan senjata hipersonik adalah selama fase jelajah yang relatif panjang, di mana mereka tidak berubah secara tiba-tiba. Rudal hipersonik selama tahap itu tidak terlalu sulit untuk dicegat, tetapi itu akan membutuhkan sistem peringatan canggih dan jarak sangat jauh.
Sayangnya, radar Amerika saat ini tidak dapat melihat cukup jauh. “Mereka perlu melihat ribuan kilometer, bukan ratusan,” katanya sebagaimana dikutip Flightglobal.
Masalahnya diperparah dengan luasnya Samudra Pasifik Barat dan kurangnya pulau-pulau yang cocok untuk menjadi tuan rumah instalasi radar.
“Wilayah itu tidak dipenuhi dengan banyak tempat untuk memarkir radar dan jika Anda menemukan beberapa, mereka kemungkinan menjadi sasaran,” kata Griffin.
Terlebih lagi, senjata hipersonik sulit dilacak melalui sensor berbasis ruang angkasa yang ada. Menurutnya target senjata hipersonik adalah 10 hingga 20 kali lebih redup daripada apa yang biasanya dilacak oleh satelit Amerika di orbit geostasioner.
Untuk itu Amerika akan perlu untuk menggabungkan radar dengan jaringan sensor berbasis ruang angkasa untuk secara efektif melacak dan menargetkan senjata hipersonik lawan. “Kami tidak dapat memisahkan pertahanan hipersonik dari lapisan luar angkasa,” kata Griffin.
Urgensi mengembangkan perisai pertahanan ini didorong oleh fakta bahwa China dan Rusia melampaui Amerika Serikat dalam pengembangan senjata hipersonik.
Pada bulan Agustus, China dilaporkan melakukan penerbangan perdana dari kendaraan uji hipersonik baru, bernama Starry Sky 2. Kendaraan ini mencapai 5.5 Mach selama lebih dari enam menit dan di puncaknya mencapai M6.
“Pada tahun lalu, China telah menguji senjata hipersonik lebih dari yang kita miliki dalam satu dekade,” kata Griffin. “Kami harus memperbaikinya.”