Mantan presiden Amerika George Herbert Walker Bush, yang memerintah pada akhir Perang Dingin dan mengalahkan militer presiden Irak Saddam Hussein, meninggal pada Jumat 30 November 2018dalam usia 94 tahun.
Bush, yang kalah untuk masa jabatan kedua setelah melanggar janji bahwa tak ada pajak baru dan presiden ke-41 Amerika Serikat hidup lebih lama dibandingkan siapapun pendahulunya. Ia meninggal pada pukul 22.10 Waktu Amerika Tengah dan kematiannya diumumkan oleh orang yang lama menjadi juru bicaranya Jim McGrath. Tak ada perincian lebih lanjut mengenai kondisinya saat ia menghembuskan nafas terakhir.
Ia adalah ayah dari mantan presiden George W. Bush, yang dua kali menjabat di Gedung Putih dari 2001 sampai 2008, dan mantan gubernur Florida Jeb Bush yang pada 2016 gagal mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Republik.
Selama masa jabatannya di kantor ia mengawasi akhir Perang Dingin dan bercita-cita untuk mengamankan dominasi Amerika Serikat di dunia yang terus berubah. Bush senior, dari Republik seperti putranya, juga menjadi wakil presiden selama delapan tahun saat dua masa jabatan presiden Ronald Reagan, sebelum terpilih untuk menghuni Gedung Putih. Kemudian dia dikalahkan oleh Bill Clinton.
Ia mengalahkan mantan gubernur Massachusetts Michael Dukakis, calon dari Demokrat, dalam pemilihan presiden 1988, dan kalah dalam pencalonannya kembali pada 1992 dari Bill Clinton, dari Demokrat.
Bush meninggal tujuh bulan setelah kematian istrinya, mantan ibu negara Barbara Bush, yang menjadi istrinya selama 73 tahun.
Mantan presiden Amerika tersebut, yang menjadi pilot Angkatan Laut Amerika selama perang Dunia II, telah menghadiri upacara pemakaman istrinya di Houston di kursi roda dan memakai kaus kaki warna-warni dengan hiasan buku, untuk menghormati komitmen istrinya bagi upaya melek huruf.
Perang Teluk 1991 pecah dibawah perintah Bush senior. Biografi Gedung Putih mendiang presiden menyebut konflik itu sebagai ujian terbesarnya.
Perang Teluk, dengan nama sandi Operasi Desert Shield adalah serangan besar-besaran yang dipimpin Amerika terhadap Irak dan orang kuat Saddam Hussein sebagai tanggapan atas invasi Irak ke Kuwait. Koalisi pimpinan Amerika, termasuk negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Oman, UAE, dan Qatar, menurunkan 670.000 pasukan, dimana 425.000 berasal dari Amerika Serikat.
George H.W. Bush mengumumkan bahwa tujuannya dalam perang adalah untuk mengusir pasukan Saddam Hussein dari Kuwait, “melumpuhkan” potensi bom nuklirnya dan menghancurkan fasilitas senjata kimianya serta artileri dan tank.
Meski Saddam benar-benar diusir dari Kuwait dan dipaksa melakukan gencatan senjata dalam waktu 100 jam, ia tetap berkuasa.
Putranya, George W. Bush, satu dekade kemudian menuduh bahwa penguasa Irak memiliki senjata kimia dan sedang mengejar program nuklir – klaim yang digunakan sebagai alasan utama untuk menyerang Irak pada tahun 2003.