Invasi Rusia ke Ukraina telah berlansung 18 bulan dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Akan terlalu berlebihan jika menyebut Rusia tidak mendapat efek negatif dari langkahnya tersebut.
Rusia telah menjadi kekaisaran terbaru yang menyerah pada penjangkauan kekaisaran. Amerika telah menemukan di Vietnam, Lebanon, Irak, dan Afghanistan bahwa intervensi militer di negara lain dapat berakhir dengan kekalahan. Bahkan untuk negara adidaya terbesar di dunia.
Tiga dekade sejarah kemenangan relatif tanpa darah Rusia seolah menipu para pemimpinnya. Sampai-sampai mereka mempercayai mitos mereka sendiri tentang tak terkalahkan.
Meskipun Uni Soviet runtuh, militer Rusia telah kembali ke perbatasan Soviet lama. Tentara Rusia tetap berada di Moldova. Tepatnya di wilayah Transnistria yang memisahkan diri sejak awal 1990-an. Rusia menyerang dan menguasai wilayah Abkhazia dan Ossetia Selatan di Georgia dalam perang lima hari tahun 2008. Moskow kemudian merebut wilayah Donbas Ukraina dan Krimea pada tahun 2014.
Perbatasan Armenia dan Tajikistan dipatroli oleh pasukan Rusia. Dan stabilitas di Kazakhstan pada tahun 2022 harus dipulihkan dengan dukungan Rusia. Pada tahun yang sama, pasukan Rusia masuk kembali ke Azerbaijan untuk menegakkan gencatan senjata dengan tetangganya Armenia.
Di luar perbatasan bekas Uni Soviet intervensi Rusia di Suriah menyelamatkan kepresidenan Bashar al Assad. Ini menjamin perpanjangan pangkalan angkatan lautnya di Mediterania.
Militer Rusia memang ibarat cangkang kosong dibandingkan dengan Tentara Merah di masa lalu. Tetapi telah mendapat rentetan kemenangannya sangat mengesankan. Itu menjadikan Rusia negara yang sangat diperlukan di Eropa Timur, Kaukasus Selatan, dan Asia Tengah.
Tidak ada perang yang bisa dimenangkan tanpa dukungan Rusia. Tidak ada perdamaian yang dipertahankan tanpa persetujuan Rusia.
Untuk informasi selengkapnya simak tayangan berikut: