Ketika yang terakhir dari lebih dari 700 A-10 dibangun pada tahun 1984, awak pesawat dan pengelola yang bekerja di pesawat lamban ini menganggapnya sangat jelek sehingga mereka menyebutnya dengan warthog alias “Babi Hutan” alias Celeng.
Hari ini setelah puluhan tahun julukan itu tetap ada. Bedanya nama itu diberikan sebagai bentuk rasa hormat
Kisah Thunderbolt II dimulai dengan pengalaman Amerika di Vietnam. Dalam perang itu Amerika Serikat memiliki armada jet multiguna yang mahal seperti F-105 Thunderchief dan F-4 Phantom.
Tetapi di atas belantara konflik itu pesawat-pesawat tempur yang lebih mewah itu menyerahkan sebagian besar misi dukungan udara jarak dekat ke pesawat sederhana yang digerakkan oleh baling-baling seperti A-1 Skyraider era Perang Korea dan ke helikopter Angkatan Darat.
Pesawat seperti itu dapat lebih mudah bermanuver di ketinggian rendah dan memiliki jangkauan dan waktu berkeliaran untuk melakukan dukungan udara untuk operasi infanteri.
Pada 1970-an Pentagon telah mempelajari pengalamannya. Program A-X diluncurkan untuk mencari pesawat serang baru yang dapat menyelesaikan misi semacam itu tetapi jauh lebih sulit untuk ditembak dan dapat bertahan dari tembakan senjata anti-armor.
Apa yang didapat Amerika dengan A-10 adalah pesawat berkursi tunggal, sayap rendah dan lurus. Dua mesin turbofan non-afterburning dipasang tinggi di belakang sayap dengan stabilisator vertikal kembar. Pesawat membawa 4.500 liter bahan bakar internal di dekat akar sayap.
Di tahun-tahun berikutnya orang akan mengatakan A-10 adalah pesawat yang dirancang di sekitar meriam GAU-8 Avenger 30 mm. Tetapi logika desain yang menentukan konfigurasinya jauh melampaui senapan mesin yang ada di hidungnya.
Simak selengkapnya dalam tayangan berikut: