Yang Wei, perancang utama pesawat tempur siluman pertama China, J-20, mengatakan jet tempur siluman F-22 Raptor Amerika dirancang untuk pertempuran di Eropa tetapi sekarang sedang digunakan di Asia-Pasifik. Kondisi ini akan membatasi kemampuan pesawat.
Dia mengatakan mesin kembar F-22 bisa menghadapi tantangan yang sama di wilayah tersebut ketika pesawat pembom tempur F-4 dikirim Pentagon ke perang Vietnam antara tahun 1965 dan 1973.
“Lingkungan kompleks dan kendala politik di Vietnam menyebabkan F-4 hampir gagal menunjukkan kemampuan kecepatan tinggi dan kemampuan tempurnya di atas cakrawala,” tulis Yang dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal aeronautika China Acta Aeronautica et Astronautica Sinica.
Dia mengatakan F-22 adalah sebuah jet tempur taktis yang terinspirasi oleh Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pesawat dirancang untuk pertempuran di Eropa dan bisa menghadapi masalah yang sama sekarang karena telah dikerahkan di Asia-Pasifik.
Yang Wei tidak membuat perbandingan apa pun antara F-22 Amerika dan J-20 China, keduanya merupakan jet tempur generasi kelima bermesin ganda dengan ukuran serupa. Tetapi para pakar militer mengatakan, pernyataannya mengindikasikan bahwa J-20 Weilong sebagai jawaban China untuk F-22.
Membandingkan keduanya, Song Zhongping, seorang pakar militer di Hong Kong, mengatakan keuntungan terbesar J-20 adalah bahwa pesawawat itu dikembangkan belakangan, yang berarti para desainernya dapat belajar dari F-22 – termasuk cara memperbaiki kekurangan, dan sejumlah teknologi baru dapat digunakan untuk mengoptimalkan pesawat.
“F-22 awalnya dirancang untuk pertempuran dengan bekas Uni Soviet, atau Rusia saat ini di Eropa, tetapi sekarang lawan utama Raptor adalah [Tentara Pembebasan Rakyat] di Asia-Pasifik,” kata Song.
” J-20 China terinspirasi oleh F-22. Perancang pesawat China menggunakan Raptor sebagai saingan dan F-35 [stealth multi-fighter fighter] sebagai lawan taktis untuk membantu mereka menghasilkan yang lebih praktis. dan jet tempur yang cakap. ”
Baik F-22 dan J-20 memiliki langit-langit 20 km dan kecepatan maksimum lebih dari 2 Mach (2.470 km per jam).
F-22 memiliki jarak yang relatif lebih pendek dengan radius tempur 800 km sementara tangki bahan bakar internal J-20 yang besar dapat mempertahankan radius tempur yang lebih panjang yakni 1.100 km.
Tetapi pakar militer yang bermarkas di Beijing, Zhou Chenming mencatat bahwa J-20, yang mulai beroperasi pada 2017, belum diuji dalam situasi pertempuran yang sebenarnya.
Sedangkan Andrei Chang, pendiri majalah militer berpengaruh Kanwa Asian Defense, mengatakan sebaliknya, kemampuan tempur F-22 telah terlihat dengan paling baru tahun lalu jet tempur ini dikirim ke Qatar ketika ketegangan meningkat dengan Iran.
“Operasi F-22 telah disempurnakan sejak bergabung dengan militer Amerika pada tahun 2005. Raptor telah mengambil bagian dalam situasi pertempuran aktual yang tak terhitung jumlahnya di seluruh dunia, termasuk di Timur Tengah, Singapura dan Okinawa di Pasifik,” kata Chang sebagaimana dilaporkan Business Insider 30 Juli 2020.
Sebuah sumber militer yang dekat dengan PLA percaya bahwa J-20 dapat melawan F-22 dalam situasi pertempuran satu lawan satu, tetapi mengakui jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingakn Raptor.
“Saat ini China memiliki sekitar 60 J-20 – hanya sepertiga dari jumlah total F-22,” kata sumber itu, yang meminta anonimitas karena sensitivitas masalah ini.
“Sekarang Amerika telah mengerahkan ratusan pesawat F-35 ke kawasan itu, jadi ini merupakan ancaman yang lebih besar bagi China,” tambahnya.
Dengan F-22 dikerahkan ke wilayah Asia-Pasifik Beijing dilaporkan telah meningkatkan pengembangan pesawat tempur siluman baru yang disebut J-20B dan produksinya dimulai awal Juli 2020 ini.