Pengisian Bahan Bakar di Udara, Rumit dan Sangat Berbahaya
F-35B VMFA-121 melakukan pengisian bahan bakar di udara saat terbang dari Korps Marinir Air Station Yuma, Arizona ke Iwakuni Jepang pada 9 Januari 2017

Pengisian Bahan Bakar di Udara, Rumit dan Sangat Berbahaya

Bayangkan Anda mengisi bensin mobil anda saat melaju di jalan raya. Dan bahan bakarnya mengalir dari truk tangki yang melaju di depan Anda. Tentu saja anda harus mengarahkan dengan tepat selang bahan bakar untuk masuk ke lubang bahan bakar mobil. Mudah? Tentu saja sangat sulit. Seperti itulah kira-kira yang harus dihadapi para pilot ketika mengisi bahan bakar saat terbang.

Manuver ini dikenal sebagai pengisian bahan bakar udara ke udara atau air-to-air refueling (AAR) atau juga kerap hanya disebut sebagai tanking. Ini memainkan peran penting dalam memperluas jangkauan pesawat tempur dan menghemat waktu berharga angkatan udara dengan memungkinkan pesawat mereka untuk menempuh jarak yang luas tanpa perlu mendarat di negara-negara yang mungkin tidak ramah. Dalam Perang Teluk 1990, misalnya, jet tempur F-15 terbang 14 jam tanpa henti dari Virginia ke Kuwait. Mereka harus melakukan tujuh kali pengisian bahan bakar di udara.

Pengisian bahan bakar di udara memiliki sejarah panjang yang penuh warna. Pengisian bahan bakar pertama di udara terjadi pada tahun 1921 antara dua biplan. Dengan tabung bahan bakar lima galon dan pada ketinggian sekitar 1.000 kaki.

Wesley May berjalan menuruni sayap kanan pesawat yang diterbangkan oleh Frank Hawks. Dia kemudian naik ke sayap kiri pesawat lain dan akhirnya menuangkan bahan bakar ke tangki bensinnya. Meskipun aksi yang mengesankan, itu jelas tidak mewakili cara praktis untuk mengisi bahan bakar saat mengudara.

Jadi, pada tanggal 27 Juni 1923, Angkatan Udara Amerika yang saat itu masih bernama US Army Air Service menggunakan dua biplan Airco DH-4B untuk mencoba pendekatan yang kurang ekstrem. Pesawat pengisian bahan bakar merilis selang bahan bakar untuk melakukan proses itu.

Gagasan penggunaan selang itu tetap digunakan hingga sekarang dan saat ini dikenal sebagai sistem “probe and drogue” dan pada awalnya dikembangkan oleh Sir Alan Cobham di Inggris pada tahun 1950.

Bedanya sekarang selang tersebut memiliki keranjang atau drogue, yang berbentuk seperti mangkuk di ujungnya dan pesawat tempur memiliki probe atau saluran, yang dapat ditarik kecuali pada pesawat tempur Rafale dan Mirage buatan Prancis.

Probe itu mengunci ke dalam drogue sehingga bahan bakar bisa ditransfer. Hingga 420 galon bahan bakar per menit dapat mengalir ke dua pesawat secara bersamaan, karena selang berada di ujung sayap tanker. Dengan sistem ini, tanggung jawab berada pada pilot pesawat yang menerima bahan bakar; mereka harus memanipulasi atau mengarahkan pesawat sehingga probe memasuki drogue.

Boeing kemudian menemukan sistem lain yang disebut sebagai fly booming  pada 1940-an. Alih-alih selang yang fleksibel, sistem menggunakan tabung teleskop. Sebagai contoh, di Airbus A330 Multi Role Tanker Transport atau MRTT, boom ini, melekat pada bagian bawah ekor, memiliki panjang 38 kaki ketika ditarik dan 60 kaki ketika sepenuhnya diperpanjang.

Boom memiliki dua sayap kecil di atasnya, dan ini membantu operator mengendalikannya dan menempatkannya ke dalam port tangki bahan bakar  di atas pesawat penerima. Metode ini dapat mentransfer hingga 1.200 galon bahan bakar per menit. Dengan sistem ini beban kerja lebih banyak terletak pada operator boom di pesawat tanker.

Pesawat pertama yang dilengkapi dengan boom adalah Boeing B-29 Superfortress, yang ditunjuk kembali sebagai KB-29P.  Ini kemudian mengarah pada pengembangan pesawat tanker produksi pertama, KC-135.

Untuk lebih lengkapnya, simak video berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=3KE9uoH2PLk

 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.