Pada akhir Februari, seorang petualang Kawika Singson yang sedang hiking di Pulau Besar Hawaii dikejutkan karena menemukan dua bom yang tidak meledak di sisi gunung berapi Mauna Loa. Bom siapa? Dan kenapa dijatuhkan di tempat ini? Apakah Amerika pernah diserang?
Setelah ditelusuri ternyata bom itu menjadi bagian dari upaya aneh untuk melawan letusan gunung tersebut. Hawaii ternyata memiliki sejarah mencoba mengebom aliran lava. Strategi itu dicoba pada 1935 dan 1942.
Menurut Hawaiian Volcano Observatory (HVO), bom yang ditemukan Singson berasal dari upaya 1935. Itu adalah “pointer bombs,” kecil, yang hanya berisi muatan kecil dan digunakan untuk membidik dan menargetkan 20 bom MK I, yang masing-masing berisi 161 kilogram TNT.
Sebagaimana dilaporkan Livescience 17 Maret 2020, gagasan untuk menjatuhkan bom di Mauna Loa berasal dari pendiri HVO, ahli vulkanologi Thomas A. Jaggar, Jr.
Pada bulan November 1935, Mauna Loa mulai meletus, dan lubang di sisi utara gunung berapi menyiramkan lava ke kolam yang sedang tumbuh. Pada Desember tahun itu, kolam itu pecah, mengirimkan aliran lahar menuju kota Hilo dengan kecepatan 1,6 kilometer per hari. Segera, lava mengancam akan tumpah ke Sungai Wailuku, yang dapat memutuskan pasokan air Hilo.
Khawatir, Jaggar memanggil Korps Udara Angkatan Darat Amerika. Dia berharap bahwa menjatuhkan bom di dekat sumber aliran akan membuka aliran baru di ventilasi lava, mengalihkan aliran yang mengarah ke Wailuku.
“Tujuan kami bukan untuk menghentikan aliran lahar, tetapi untuk memulai dari awal lagi di sumbernya sehingga akan mengambil jalur baru,” katanya dalam siaran radio pada saat itu sebagaimana dikutip HVO.
Pada 27 Desember, 10 pesawat bomber biplan Keystone B-3 dan B-4 dikerahkan untuk membombardir aliran lava dan menargetkan sumber dan salurannya.
Tetapi yang diharapkan tidak terjadi. Bom tidak membuat aktivitas baru di ventilasi. Namun, aliran lahar lambat, dan letusan lubang itu terhenti pada 2 Januari.

Jagger menyebut upayanya sukses dan mengatakan bahwa aliran lahar tidak akan berhenti begitu cepat seandainya bom tidak dijatuhkan.
Pada tahun 1939, setelah letusan berakhir, ia mengunjungi lokasi pemboman dan mengklaim bahwa bom telah menabrak terowongan lava, memperlihatkan lava yang meletus ke udara dan mendinginkannya. Ini, katanya, menciptakan bendungan lava pendingin yang menyumbat ventilasi.
Sebenarnya ini bukan yang diharapkan oleh Jagger. Dia pikir bom akan memicu aliran lava baru ke arah yang berbeda, tidak menyumbat lubang ventilasi sama sekali. Dan penyelidikan tahun 1970-an menunjukkan bahwa penafsirannya tentang seberapa baik bom itu bekerja adalah angan-angan.

“Pemeriksaan darat atas lokasi pemboman tidak menunjukkan bukti bahwa pemboman itu meningkatkan viskositas, dan penghentian aliran 1935 segera setelah pemboman itu harus dianggap sebagai kebetulan,” para peneliti menyimpulkan.
Sampai saat ini, para ilmuwan HVO berpikir pemboman Jagger memang terjadi saat aliran lava sudah berkurang. Mungkin ada saat-saat ketika pengalihan dapat berhasil, tulis mereka pada tahun 2014, tetapi upaya ini mungkin hanya dapat menunda karena jika alam memutuskan untuk mengambil jalannya maka tidak ada yang bisa menghalangi.