Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengumumkan bahwa Ankara akan mengerahkan 1.000 polisi khusus atau Special Operations Police Turki di perbatasan Yunani atau perbatasan dengan Uni Eropa untuk mencegah migran kembali.
Dia menambahkan bahwa badan keamanan perbatasan Uni Eropa, Frontex, telah mendorong sekitar 4.900 migran kembali ke Turki dengan melukai 164 orang dalam proses tersebut.
“Turki akan mengerahkan 1.000 polisi operasi khusus untuk mencegah pushback migran di perbatasan”, kata menteri seperti dikutip dalam surat kabar Daily Sabah Kamis 5 Maret 2020.
Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan terhadap keputusan Uni Eropa untuk mendorong kembali gelombang baru migran yang sebagian besar berasal dari Provinsi Idlib Suriah melalui Turki dan berusaha untuk memaksa mereka melewati perbatasan Yunani.
“Kekhawatiran Yunani adalah kekhawatiran kami,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen setelah mengunjungi perbatasan. Dia menambahkan bahwa para migran “telah dipancing dengan janji-janji palsu ke dalam situasi ini”.
Sejak krisis migran di perbatasan Turki-Yunani dimulai, Athena telah mencegah hampir 35.000 migran menyeberang ke negara itu. Ia juga berjanji untuk mendeportasi ratusan dari mereka, yang berhasil ke sisi lain, dalam waktu dekat.
Gelombang migran baru mulai mengalir ke Turki setelah situasi memburuk di Provinsi Idlib Suriah, yang sebagian besar ditempati oleh pemberontak. Pasukan Turki memulai operasi militer di provinsi itu melawan Tentara Suriah semakin memperburuk situasi.
Sehubungan dengan masuknya pengungsi, Ankara mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mencegah migran untuk mencapai Eropa, sehingga melanggar perjanjian tahun 2016 dengan Uni Eropa.
Di bawah perjanjian ini, Turki berjanji untuk mencegah migran baru menyeberang ke Eropa melalui wilayahnya dan menampung mereka, sementara Brussels membayar miliaran euro ke Ankara untuk menampung mereka. Namun Turki mengeluh dana bantuan selalu terlambat dan tidak disalurkan melalui pemerintah.