Amerika Serikat membawa pulang warganya dari dari Jepang setelah berminggu-minggu dikarantina di atas kapal pesiar Diamond Princess karena coronavirus novel COVID-19 menggunakan 747-400ERF milik Kalitta Air. Sebuah pesawat kargo yang disewa Amerika untuk untuk membawa ratusan warganya.
Kedua pesawat meninggalkan Bandara Haneda Tokyo pada pukul 07:05 waktu setempat pada 17 Februari 2020. Pesawat pertama mendarat di Pangkalan Angkatan Udara Travis di California pada pukul 23.30 waktu setempat pada 16 Februari. Sementara 747 kedua tiba di Pangkalan Bersama San Antonio-Lackland di Texas pukul 3:56 waktu setempat pada 17 Februari.
Evakuasi bukan perkara mudah karena sedikitnya 14 orang dinyatakan positif terjangkit virus hingga harus dilakukan perlakuan sangat khusus. Mereka jelas tidak mungkin dicampur dengan penumpang lain dalam kabin pesawat. Lantas bagaimana Amerika melakukannya?
Gambar-gambar dari operasi evakuasi ini menunjukkan bahwa setidaknya salah satu pesawat membawa apa yang disebut sistem bio-containment berukuran kontainer yang digunakan untuk mengisolasi orang yang positif corona dari penumpang dan awak yang tidak terinfeksi. Mendiang pendiri Microsoft Paul Allen adalah sosok yang membantu mengembangkan sistem ini setelah wabah Ebola di Afrika Barat pada tahun 2014.
Kementerian Luar Negeri Amerika serikat mengatakan selama proses evakuasi, setelah penumpang diturunkan dari kapal dan memulai transportasi ke bandara, warga yang terjangkit virus ini dipindahkan dengan cara yang paling cepat dan aman ke area isolasi khusus di pesawat evakuasi.
Siaran pers tidak memberikan perincian tentang “area isolasi khusus,” tetapi gambar dari evakuasi menunjukkan Kontainer Sistem Bio-Containment atau Containerized Bio-Containment System (CBCS) dipasang pada salah satu pesawat.
747-400ERF tidak dikonfigurasi untuk mengangkut penumpang dan mereka yang belum positif virus corona tempat duduk pallet yang dipasang di lantai kargo pesawat.
CBCS memiliki panjang 44 kaki dan tinggi delapan kaki. MRIGlobal, yang membantu merancang sistem ini mengatakan di situs webnya Ini adalah unit transportasi medis pertama yang dapat diterbangkan dengan sepenuhnya biocontainment.
“Unit-unit ini memiliki tiga kamar: area perawatan pasien untuk empat pasien dan empat perawat; ruang untuk secara aman mengenakan dan melepas peralatan pelindung pribadi; dan area istirahat untuk dua perawat,” lanjut MRIGobal.
“Pilot dapat mengangkut CBCS di pesawat pribadi dan militer, dan percayalah bahwa biocontainment aman dan efektif. Unit CBCS juga dapat dipindahkan dengan truk. CBCS dirancang untuk bertahan dari kecelakaan dan dekompresi cepat sesuai standar keamanan penerbangan, dan seluruh sistem dapat dengan cepat didekontaminasi dan segera digunakan kembali. ”
Pengembangan sistem
Pengembangan sistem dimulai pada 2014 dengan hibah kemitraan publik-swasta senilai US$ 5 juta dari Kementerian Luar Negeri Amerika kepada Yayasan Keluarga Paul G. Allen. Pada saat itu, Paul Allen, salah satu pendiri Microsoft yang meninggal pada tahun 2018 karena kanker, telah menyatakan minat kepada pemerintah Amerika untuk menggunakan sebagian kekayaannya guna membantu memerangi virus Ebola.
Pada Desember 2013, wabah Ebola di Afrika Barat berubah menjadi krisis regional besar. Hal ini mendorong Amerika Serikat untuk mengerahkan sumber daya yang besar, termasuk satuan tugas militer untuk melindungi warga Amerika dan membantu mengatasi epidemi.
Penanganan wabah ini menggunakna sistem yang lebih kecil, yang dikenal sebagai Aeromedical Biological Containment System (ABCS). Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control (CDC) Amerika, bersama dengan kontraktor layanan udara Phoenix Air, telah mengembangkan ABCS antara 2007 dan 2010 sebagai tanggapan terhadap sejumlah wabah penyakit serius, termasuk tuberkulosis yang kebal obat, severe acute respiratory syndrome (SARS), dan flu burung.
ABCS, yang dirancang untuk masuk ke dalam pesawat jet bisnis Phoenix Gulfstream III, terdiri dari unit isolator seperti tenda yang sepenuhnya tertutup untuk mencegah lolosnya patogen di udara.
https://twitter.com/AndyNetherwood/status/1229321470410706945?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1229321470410706945&ref_url=https%3A%2F%2Fwww.thedrive.com%2Fthe-war-zone%2F32248%2F747s-carrying-americans-exposed-to-coronavirus-used-new-quarantine-box-for-infected-flyers
Antara 2014 dan 2015, Phoenixstream Gulfstream III yang dilengkapi ABCS berhasil membawa 41 pasien yang terinfeksi Ebola ke rumah sakit di Amerika Serikat dan Eropa. Jadi, ketika Paul Allen menawarkan bantuan, Departemen Luar Negeri Amerika bertanya apakah ia bersedia membantu mendanai kerja pada sistem isolasi yang lebih besar dan lebih mampu untuk menanggapi setiap epidemi di masa depan.
Yayasan Paul Allen, bersama-sama dengan MRIGlobal dan Phoenix Air, mulai bekerja dan contoh pertama dari Containerized Bio-Containment Systems (CBCS) siap untuk diuji pada tahun 2016. MRIGlobal mengatakan total hanya dibutuhkan 191 hari, untuk merancang dan membangun dua CBCS.
CBCS membutuhkan pesawat yang jauh lebih besar daripada Gulfstream III untuk membawanya. Boeing 747 Kalitta adalah salah satu opsi, tetapi Departemen Luar Negeri juga telah bekerja sama dengan Angkatan Udara Amerika untuk bisa menggunakan pesawat C-17A Globemaster III untuk mengangkutnya, jika perlu.

Phoenix Air adalah kontraktor utama yang bertanggung jawab untuk menggerakan CBCS. Kontainer ini diangkut dengan truk ke Bandara Internasional Hartsfield-Jackson Atlanta, di mana personel akan memuatnya ke dalam pesawat terbang, seperti 747 Kalitta.
Hartsfield-Jackson terletak sekitar 40 mil tenggara Bandara Cartersville, tempat kantor pusat Phoenix Air, tetapi bandara terlalu kecil untuk siap menampung pesawat komersial yang cukup besar guna membawa sistem ini.
“Pelatihan dilakukan beberapa kali setiap tahun untuk menerbangkan beberapa pesawat ke Afrika, guna mempertahankan tingkat keterampilan tinggi yang diperlukan untuk melakukan misi ini,” kata Phoenix Air.
Yang tidak jelas apakah Departemen Luar Negeri Amerika memiliki akses ke lebih dari dua sistem ini sekarang. Karena dengan masing-masing hanya mampu menampung empat pasien, maka untuk membawa 14 pasien menjadi tidak bisa. Atau bisa jadi, ada modifikasi cepat di container tersebut.
Total sekitar 340 orang Amerika meninggalkan Jepang di kedua penerbangan. Sekitar 400 orang Amerika telah berada di dalam kapal Diamond Cruises ketika tiba di pelabuhan Yokohama sekitar dua minggu lalu.
Pihak berwenang Jepang menempatkan kapal di bawah karantina setelah mengetahui seorang penumpang yang turun di Hong Kong dinyatakan positif COVID-19.